
ACTNews, TASIKMALAYA – Menjadi guru SD honorer selama 17 tahun lamanya
tak membuat Nana Sumarna (50) lelah. Banyak mata pelajaran yang telah diampu
olehnya, mulai dari mata pelajaran umum, beberapa mata pelajaran tertentu,
hingga guru keterampilan. Sampai sekarang ia masih senang dengan pekerjaannya
tersebut.
“Alhamdulillah anak-anak sekarang setidaknya malah
ada yang jadi guru PTS, saya sendiri masih honorer,” ungkapnya sembari tertawa.
“Tapi alhamdulillah, mungkin itu sudah menjadi takdir dan nasib dari Ilahi,”
lanjutnya.
Sudah jadi rahasia umum bahwa menjadi guru
honorer di negeri ini berarti harus memiliki hati yang lapang, terutama soal
materi. Itu juga yang dialami oleh Nana yang tiap bulan mendapatkan gaji Rp300
ribu. Tetapi bagaimanapun, rasa syukur tetap terucap dari bibirnya.
“Saya bisa mencukupi keluarga, mencukupi istri dan keempat anak saya. Saya pribadi di luar kegiatan mengajar juga suka
berjualan apa pun (yang bisa diperdagangkan),” cerita Nana.
Untuk berangkat ke sekolah yang jaraknya 5 kilometer dari rumah, Nana biasanya menggunakan motor. Belakangan salah satu anaknya
juga membutuhkan motor itu untuk sekolah, sehingga bapak dan anak ini
menggunakan motor berganti-gantian setiap harinya karena hanya ada satu motor
di rumah mereka.
“Berangkat ke sekolah kadang ada hujan,
sementara saya berjalan kaki ketika motor yang sudah butut itu dipakai sama
anak. Sampai di sekolah itu ke WC dahulu untuk merapihkan pakaian dan rambut. (Karena)
kita sebagai guru kan harus dicontoh dan ditiru sama anak-anak. Makanya saya
sebelum ke kelas itu rapikan pakaian yang mungkin ada keringat atau air hujan,”
tutur Nana.
Di tengah semua pahit-manis itu, kadang
terbesit di pikirannya: seandainya ia bisa jadi PNS, tentu akan sedikit
meringankan bebannya. Pikiran yang datang sesekali itu membuatnya sedih,
terutama karena rezeki itu belum kunjung datang kepadanya.
Walaupun begitu, setiap harapan kecilnya itu
datang, selalu kalah dengan niat yang memang ingin selalu mengabdi kepada
anak-anak bangsa. Panggilan untuk
mengabdi itu memang tidak bisa ditahannya semenjak ia mengenyam di Sekolah
Pendidikan Guru (SPG).
“Insyaallah bermanfaat karena hati saya sudah
terketuk untuk memberikan dan menyampaikan ilmu. Sehingga, dalam berkiprah saya
tidak pandang hujan, panas, apalagi masalah uang. Tetapi saya ingin bertekad,
sekit banyak ilmu saya akan terserap oleh anak-anak,” tegas Nana.
Atas ketulusan hati dari Nana, Global Zakat – ACT mengapresiasinya melalui program Sahabat Guru Indonesia. Nana mendapat sedekah modal hidup.
“Karena bagaimanapun, pengabdian Pak Nana untuk
murid-muridnya sangat besar. Oleh karenanya melalui program ini kami ingin
memberikan apresiasi sebesar-besarnya kepada Pak Nana. Mudah-mudahan perjuangan
dia selama ini dibalas setimpal oleh Allah,” kata M. Fauzi Ridwan selaaku Koordinator Program Global Zakat - ACT Tasikmalaya ketika menyerahkan bantuan kepada Nana pada Ahad (12/7)
lalu.
Nana pun senang dengan hadirnya bantuan
kepadanya. Ia berharap Global Zakat – ACT dapat terus menunjukkan kepedulian
kepada para guru di Indonesia, “Mudah-mudahan uangnya berkah untuk keluarga
saya, dan Global Zakat – ACT pun bisa berkomitmen untuk mensyiarkan khususnya
kegiatan kemanusiaan dan kepedulian sehingga rida Allah menyertai kita semua,”
harap Nana.
Fauzi juga berharap semakin banyak lagi guru-guru seperti Nana yang dapat mereka bantu. Oleh karenanya Fauzi mengharapkan partisipasi dari para dermawan dalam program ini. “Sedekah bantuan hidup dari program Sahabat Guru Indonesia yang kita berikan kepada Pak Nana, berasal dari dukungan para dermawan. Sebab itu kita mengajak para dermawan untuk terus memberikan dukungan-dukungan terbaiknya untuk para pejuang pendidikan di Indonesia,” katanya. []