
ACTNews, JAKARTA – Suami Tri Julita Kharina (50) berhenti dari pekerjaannya
di sebuah bank syariah pada 2017. Dari uang pesangon, perempuan yang
biasa dipanggil Rina ini mulai terpikir bahwa dia harus memutarkan uang
tersebut. Jadilah di tahun itu ia menerima pesanan kue-kue khas manado karena pernah
tinggal lama di kota itu.
“Begitu suami resign kayaknya aduh, aku harus berbuat sesuatu, enggak bisa diem aja. Karena muter terus kan setiap hari, uang pesangon kan bisa habis kalau
enggak diapa-apain. Jadi saya mikir di situ,” ceritanya.
Usaha kuenya berjalan lancar sampai sekarang,
bahkan saat suaminya sudah mendapatkan pekerjaan lepas di kelurahan. Namun, penghasilannya bergantung pada pesanan. Kadang Rp50 ribu dalam satu hari, atau
pernah juga ia mendapatkan pesanan sampai Rp300 ribu. Lalu setahun belakangan
ia terpikir untuk memulai usaha nasi kuning khas manado karena kebutuhan yang
semakin bertambah, termasuk membiayai sekolah ketiga anaknya yang salah satunya
sudah kuliah.
Ia pun mengikuti program Wakaf Modal Usaha Mikro sebulan lalu lewat Global Wakaf – ACT. Meski mengaku sempat belum percaya
diri memulai usaha, akhirnya usaha nasi kuning tersebut berjalan juga tepat di
depan rumahnya di kawasan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, berkat
dukungan orang sekitar dan pendampingan dari Global Wakaf – ACT.
Rina ketika sedang menceritakan pengalaman berdagangnya kepada Global Wakaf - ACT. (ACTNews/Akbar)
“Di-support terus sama Global Wakaf – ACT dan Bu Linda (pendamping program Wakaf Modal Usaha Mikro wilayah Jagakarsa). Jadi ditanya terus, ‘Kapan dibukanya? Ini sudah beli (etalase) sebulan tapi belum diapa-apain’ karena belum pede masih bertanya-tanya, ‘Aduh, bener nih saya mau jualan?’” kenang Rina pada Rabu (3/12) lalu.
Selain dorongan pribadi itu, Rina juga terbantu
dengan adanya pendampingan dari Global Wakaf – ACT. Dalam setiap pendampingan
tak hanya pembinaan bisnis yang ia dapatkan, tetapi juga dilengkapi dengan
pembinaan secara spiritual. Sehingga, harapannya usahanya itu bisa lebih berkah.
“Dari rohaninya dapat karena setiap pelatihan
selalu diawali dengan mengaji, ada sedikit tausiyah, ada arahan-arahan dan
pelajaran tentang agama, baru bisnisnya. Jadi rohaninya dapat, bisnisnya dapat.
Dan berpengaruh, kalau ada masalah-masalah kecil suka ngutip dikit-dikit, kata Bu Linda kemarin begini-begini.
Bagus berarti ada agamanya juga, jadi enggak sekadar bisnis, tapi bisnis yang
berkah. Membawa manfaat buat sekitar,” jelas Rina.
Berkah itu sempat dirasakannya ketika baru satu
minggu membuka usaha. Seorang yang tak dikenal datang ke warungnya dan memesan
30 porsi nasi kuning manado. Lantas pembeli itu meminta tolong kepada Rina
untuk membagikan nasinya kepada siapa pun yang membutuhkan. Sampai sekarang
laki-laki itu rutin memesan dalam jumlah besar untuk beramal.
“’Mas percaya saya?’ Saya tanya begitu. ‘Percaya
lah, bu,’ katanya. Padahal itu orang saya enggak kenal (awalnya). Dan sekarang
rutin pelanggan saya. Setiap jam 10 saya belum tutup kalau dia belum datang. Dan
Sabtu besok ini, dia pesan sampai 80 porsi. Sudah ditransfer, padahal enggak
ada ikatan apa-apa. Kenal aja enggak,”
Rina tertawa menceritakan pengalaman yang menurutnya ajaib itu.
Selain menunggu pembeli, adik Rina juga kerap membantu menjajakan nasi buatan kakaknya itu di kantor tempat ia bekerja. Anak-anaknya juga kerap mendukung si ibu dalam berjualan. Rina merasa senang dengan berjalannya dengan usahanya ini, namun ia masih memiliki harapan-harapan lainnya seperti membuka warung nasi. “Insyaallah bisa istikamah. Harapan ke depannya pengennya saya buka warung makan. Mudah-mudahan diijabah sama Allah. Insyaallah kalau ada rezeki, umur panjang, dikasih sehat,” harap Rina. []