ACTNews, MAMUJU –
Suasana penuh sesak sangat terasa di salah satu titik pengungsian yang cukup
banyak menampung penyintas gempa Sulawesi Barat di Lapangan Tembak Jendral M.
Yusuf, Jalan Padang Baka, Kelurahan Rimuku, Mamuju. Sebagian pengungsi ada yang mendirikan tenda terpal, tapi ada juga pengungsi yang menempati bangunan di
lapangan tersebut walau tanpa dinding dan sekat serta dihuni oleh banyak
keluarga. Tempat ini terpaksa menjadi hunian karena warga mengaku rumahnya
mengalami kerusakan dan masih takut gempa susulan.
Salah
satu penyintas yang tinggal di bangunan Lapangan Tembak di Padang Baka ialah
Sumtik dan keluarga. Sejak Jumat (15/1/2021) dini hari atau ketika gempa M6,2
terjadi, ia segera menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman dan tinggi.
Hanya membawa baju yang dikenakan, Sumtik hingga kini masih bertahan di
pengungsian. Rumahnya tak seluruhnya roboh, namun di beberapa sisi mengalami
keretakan yang jika tidak segera direnovasi, maka akan mudah runtuh dan menjadi
ancaman baginya dan keluarga.
“Rumah
saya retak-retak, kalau ada gempa susulan takut runtuh semuanya. Jadi sekarang
di sini saja dulu (pengungsian), tidak tahu sampai kapan,” ungkap Sumtik, Jumat
(22/1/20210).
Di
satu bangunan lapangan tembak, tidak keluarga Sumtik saja yang menempati. Akan
tetapi ada sekitar 12 keluarga lain dengan total jiwa lebih kurang 33. Mereka tinggal
dalam satu bangunan tanpa sekat, barang milik pribadi pun bercampur begitu
saja. Hal ini cukup miris dilihat karena bencana alam di Sulbar juga bertepatan
dengan Covid-19 yang sedang mewabah di Indonesia.
Ketika
ditanyakan rasa khawatirnya pada pandemi, Sumtik mengaku takut. Akan tetapi,
tidak ada pilihan lain baginya. Jika pun ingin mendirikan tenda sendiri yang
ditempati hanya keluarganya saja, Sumtik tidak memiliki terpal. Dan jika harus
kembali ke rumah, tempat tinggalnya tersebut terancam roboh dan terancam
jiwanya oleh reruntuhan.
Selain
Sumtik, hal serupa juga dirasakan oleh ribuan penyintas gempa Sulbar yang
tersebar di Mamuju dan Majene. Hingga satu pekan pascagempa, mereka masih
tinggal di pengungsian dengan keadaan yang cukup memprihatinkan. Dari pengamatan
tim ACTNews, penerapan protokol
kesehatan sangat minim di pengungsian. Selain masih jarang ada bantuan masker
atau cairan pembersih tangan, fasilitas air pun masih minim. Padahal, terdapat
anjuran untuk mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir demi mencegah
penularan virus.
Terdapat penyintas reaktif
Di
Mamuju, salah satu dari dua rumah sakit yang masih beroperasi pascagempa ialah
RSUD Provinsi Sulawesi Barat. Di hari ketiga pascagempa, ACTNews sempat menemui Wahyudin dari Bagian Informasi Penanganan
Gempa RSUD Regional. Ia mengatakan bahwa, sebelum mendapatkan pelayanan medis
dari RS, setiap pasien harus menjalani tes cepat antigen, termasuk korban
gempa. Hasilnya, tak sedikit korban gempa, baik yang datang langsung dari rumah
mereka atau sempat tinggal di pengungsian, yang hasil tes cepatnya menunjukkan
hasil reaktif. Penanganan khusus pun dilakukan demi menjaga pasien, petugas
medis hingga masyarakat luas dari serangan virus mematikan tersebut.
“Nantinya,
pasien yang dinyatakan reaktif dan negatif akan mendapatkan penanganan dan
pemisahan lokasi perawatan,” jelasnya, Ahad (17/1/2021).[]