ACTNews, MAMUJU –
Lebih dari dua pekan pascagempa bumi magnitudo 6,2 mengguncang Sulawesi Barat,
khususnya Majene dan Mamuju. Hingga kini penyintas banyak yang masih bertahan
di tenda pengungsian. Mereka tinggal di tenda terpal yang begitu panas ketika
siang dan dingin saat malam tiba. Penyintas ini berasal dari berbagai kalangan,
mulai dari warga biasa, tokoh masyarakat hingga para pendidik seperti guru dan
dai. Kondisi memprihatinkan seperti ini perlu segera dientaskan demi membangun
kembali kehidupan warga Sulbar seperti sedia kala.
Salah
satu penyintas gempa Sulbar ialah Leni, seorang guru yang tinggal di Dusun
Sendana, Desa Botteng Utara, Kecamatan Simboro, Mamuju. Hingga dua pekan
pascagempa, Leni bersama keluarganya bertahan di pengungsian yang ada di
lapangan Dusun Sendana. Hal ini terpaksa dilakukan karena rumah yang ditinggali
bersama orang tua dan anggota keluarga lainnya mengalami kerusakan parah hingga
tak bisa ditempati kembali.
Dari
pengamatan ACTNews, rumah Leni yang
bangunannya masih semi permanen, dinding temboknya runtuh sehingga berpengaruh
pada kekuatan kerangka rumah yang mayoritas berbahan kayu. Saat ini, rumah Leni
dan keluarganya masih berdiri, akan tetapi rentan roboh, membahayakan, dan tak
layak huni.
“Alhamdulillah
keluarga selamat semua, tapi ipar dan keponakan saya luka cukup parah,”
ungkapnya, Sabtu (30/1/2021).
Leni
sendiri merupakan seorang guru yang mengajar di salah satu madrasah di Botteng
Utara dan mengaji di lingkungan tempat tinggalnya. Gaji yang ia terima tiap
bulan terhitung ratusan ribu saja. Sehingga, ketika terjadi bencana seperti
ini, Leni mengalami kebingungan untuk membangun kembali tempat tinggalnya. Ia
pun belum tahu akan berbuat apa, karena saat ini ketika masuk pekan ketiga
pascabencana, Leni masih mengalami ketakutan yang mendalam akibat gempa.
“Untuk
kegiatan mengajar di madrasah pertemuan tatap muka berhenti sejak corona, kalau
mengaji berhenti karena gempa. Tapi sekarang sudah mulai lagi mengajinya, walau
di tenda,” ujar Leni.
Hadirkan Family Shelter
Di
awal pekan ketiga pascagempa, Aksi Cepat Tanggap (ACT) terus melakukan
percepatan penanganan bencana. Salah satunya dengan menghadirkan hunian nyaman
untuk keluarga atau family shelter dengan penerima manfaat di tahap pertama
ialah guru dan dai, Leni salah satunya. Leni bakal menjadi penerima manfaat
family shelter pertama di Sulbar dan bisa memanfaatkan hunian tersebut yang
kondisinya lebih layak dibandingkan di tenda pengungsian. Apalagi, Leni juga
ikut merawat iparnya yang mengalami luka dalam di bagian pinggul akibat
tertimpa tembok, sehingga mengganggu fungsi gerak tubuhnya, khususnya berjalan.
Dede
Abdul Rohman, Koordinator Pembangunan Family dan Integrated Community Shelter
ACT mengatakan, family shelter ini bisa digunakan sampai kapan pun selama
perawatan dari penghuninya baik. Ukuran bangunan seluas 6x3 meter dan
dikerjakan dalam waktu paling lama empat hari. “Target kami pembangunan tiga
sampai empat hari tergantung pada kondisi cuaca. Kami ingin memberikan hunian
nyaman terbaik dan secepat mungkin bagi guru dan da’i,” harap Dede, Sabtu
(30/1/2021).
Selain
bagi guru dan dai, warga lain yang juga terdampak gempa Sulbar bisa
mendapatkan hunian nyaman dari ACT melalui Integrated Community Shelter (ICS). Direncanakan
hunian nyaman ini bakal dibangun di dua lokasi, yaitu lapangan Dusun Sendana,
Desa Botteng Utara, Simboro dan di lapangan Desa Ahu, Kecamatan Tapalang Barat,
Kabupaten Mamuju. “Dukungan dermawan sangat dinantikan agar warga Sulbar segara
bangkit, khususnya memindahkan mereka ke tempat yang lebih layak,” ungkap Dede.[]