ACTNews, SRAGEN –
Pohon-pohon tanpa daun menjadi pemandangan saat masuk ke wilayah
Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen pada Agustus 2019 lalu. Di musim kemarau
ekstrem tersebut, Jenar menjadi salah satu lokasi yang cukup parah terdampak
kekeringan. Pertanian gagal, sumur warga mengering, begitu juga dengan sungai
tanpa air, lahan perkebunan dipenuhi daun-daun kering yang jatuh dari
tangkainya. Kekeringan seakan sudah menjadi teman akrab warga di Jenar, baik
karena musim atau karena faktor lain.
Wiyoto,
salah satu warga, mengajak ACTNews
untuk melihat-lihat lingkungan di wilayah Jenar. Pria yang memiliki usaha kecil
di ibu kota itu pun menceritakan bahwa sepanjang tahun warga di Jenar,
khususnya beberapa desa, mengalami kesulitan air. Tanah yang mereka pijak sulit
mengeluarkan air. Jika dibor dangkal, tak membuahkan hasil, sedangkan jika terlalu
dalam, air yang keluar akan terasa sangat asin.
“Jadi,
memang bukan musim kemarau saja warga di sini kekurangan air,” ungkap Wiyoto
pada Agustus tahun lalu.
Memang,
kehidupan warga Jenar telah akrab pada kesulitan mendapatkan air. Namun, itu
semua agak sedikit ringan ketika penghujan tiba. Pertanian menjadi subur karena
air yang cukup melimpah, sungai-sungai terisi air, sumur warga yang dangkal pun
mampu menghasilkan sumber kehidupan itu. Akan tetapi, semua itu akan perlahan
menghilang seiring dengan panjangnya kemarau.
Jika kesulitan air sudah
melanda akibat kemarau, biasanya warga mencari air di sumber-sumber yang kurang
layak. Belik salah satunya. Ceruk kecil di badan sungai itu akan mudah
ditemukan di sungai-sungai yang melintasi Jenar. Warga membuat galian tersebut
untuk mendapatkan air yang masih tersimpan di dasar sungai. Walau keruh, warga memanfaatkannya
untuk berbagai keperluan. Meraka tak memiliki pilihan lain.
Wiyoto menuturkan, layanan air bersih dari perusahaan air minum tak menjangkau keseluruhan wilayah Jenar. Kecamatan yang berada cukup jauh dari pusat kota Sragen dan berbatasan dengan Jawa Timur itu di beberapa titik memiliki fasilitas penunjang air bersih, namun tak maksimal karena berbagai alasan. “Kalau beli air juga mahal, dikirimnya kan dari kota sana,” katanya.
Bantuan air dari ACT merupakan salah satu yang paling dinanti warga Jenar, Sragen. Selama kemarau, warga menggantungkan kebutuhan air mereka dari bantuan dermawan. (ACTNews/Eko Ramdani)
Memaksimalkan penggunaan air
Agustus 2019 lalu, ACTNews diajak berkeliling wilayah Jenar oleh Wiyoto hingga malam menyapa. Ketika sore tiba, Wiyoto pun tak mandi karena suplai air bersih di rumahnya di Desa Banyuurip, Jenar sangat terbatas.
Baru saat malam, Wiyoto
bergegas membersihkan badannya setelah beraktivitas seharian. Ada yang berbeda,
dan ini pun yang dilakukan banyak warga di Jenar. Dengan pakaian lengkap,
Wiyoto mandi di luar rumah, di bawah pohon yang ia tanam. Cara ini dilakukan
agar air sisa mandi tak terbuang sia-sia dan bisa diserap tanaman agar tetap
bisa hidup. “Air sangat berharga di sini,” jelas Wiyoto.
Kondisi wilayah Jenar membuat tiap orang akan lebih menghargai air. Ketika kemarau tiba, di
tepian jalan akan berjajar ember-ember dengan berbagai warna. Penampung air itu
merupakan milik warga dengan harapan ada dermawan yang akan mengisikan air
bersih, baik untuk konsumsi atau kebersihan. Warga memajang ember-ember itu pun
tanpa ada kabar bahwa mereka bakal mendapatkan bantuan air, warga hanya
menggantungkan harapan.
Dalam ikhtiar mengatasi
kekeringan di Sragen, Aksi Cepat Tanggap (ACT) pada kemarau tahun lalu mengirimkan
air bersih ke wilayah Jenar. Air dikirim menggunakan truk tangki milik ACT Solo. Selain itu, Global Wakaf - ACT juga membangun
beberapa Sumur Wakaf yang telah mengeluarkan air, salah satunya ada di Desa
Plosombo, Jenar.
“Ini merupakan ikhtiar ACT, Global Wakaf, dan semua pihak yang terlibat dalam aksi kemanusiaan ini. Permasalahan kebutuhan air harus segera teratasi, karena air menjadi bagian penting dalam penunjang kehidupan, bukan hanya manusia, tapi juga tumbuhan serta hewan,” jelas Ardiyan Sapto dari Tim Program ACT Solo, Jumat (14/8).[]