
ACTNews, YERUSALEM – Sejak konflik kemanusiaan bergejolak di
Palestina, korban nyawa berjatuhan. Penduduk Palestina wafat sebagai korban
atas kekerasan yang dilakukan pihak Israel. Banyak dari mereka berasal dari
kaum sipil. Selain meninggal dunia, penduduk yang masih bernyawa pun hidup
dengan rasa tak nyaman. Tempat tinggal mereka sewaktu-waktu bisa direbut kapan
saja.
Wilayah yang cukup mendapatkan dampak buruk
dari konflik ini ialah Tepi Barat serta Jalur Gaza. Di Tepi Barat, menjamur
permukiman penduduk Israel. Mereka dengan paksa mengambil tempat tinggal
penduduk Palestina. Dalam acara Konferensi Aktivis Internasional Palestina yang
diadakan Adara Relief International pada Sabtu (7/11) mengungkap, adanya
aneksasi karena pihak Israel menganggap Tepi Barat merupakan tanah tanpa tuan,
sehingga mereka merasa berhak menempati lokasi tersebut sebagai permukiman
Yahudi. Hal ini lah yang kemudian memantik perampasan serta
pengusiran penduduk Palestina.
“Di Tepi Barat, banyak juga situs Islam yang
dijadikan situs Yahudi, seperti makam Nabi Zulkifli yang diubah menjadi tempat
ibadah Yahudi,” ungkap Mantan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Palestina Abdurrahman Zaidan yang menjadi salah satu pembicaran di acara
tersebut, Sabtu (7/11).
Sama mengkhawatirkannya seperti di Tepi
Barat, penduduk Palestina yang tinggal di Gaza pun demikian. Mereka hidup dalam
kepungan blokade bertahun-tahun lamanya. Pergerakan sempit, begitu juga
berbagai macam barang kebutuhan serta sumber daya. Blokade itu pun menutup
pertumbuhan ekonomi, politik hingga menghambat bahan bakar masuk ke Gaza.
Akibatnya, listrik hanya nyala beberapa jam, serta fasilitas kesehatan yang tak
berkerja secara maksimal.
Zaidan pun menambahkan, banyak penduduk
Palestina yang menjadi tawanan bangsa Israel. Di penjara, mereka diperlakukan
buruk. Bahkan, ada tawanan yang sejak ditahan hingga kini tak bisa dijenguk
oleh keluarganya, bahkan hilang begitu saja. Kebanyakan dari mereka ialah kaum
muda yang melakukan perlawanan membela tanah kelahiran mereka, Palestina.
Permasalahan yang timbul di Palestina,
khususnya Tepi Barat dan Gaza merupakan sebagian kecil dari buruknya dampak
konflik kemanusiaan ini. Belum lagi penguasaan Yerusalem, tempat Al-Aqsa,
kiblat pertama umat Islam. Untuk itu, Zaidan mengajak seluruh umat manusia menjadikan
masalah yang mendera Palestina menjadi masalah bersama. Solusi, dukungan serta
pembelaan dalam wujud nyata sangat dinanti demi membebaskan Palestina dari
penjajahan Israel.
Aksi Cepat Tanggap (ACT) sendiri hingga saat ini terus melakukan pendampingan bagi penduduk Palestina dengan dana yang dihimpun dari masyarakat Indonesia. Klinik Indonesia, Humanity Food Truck, hingga Indonesia Humanitarian Center (IHC) telah ACT siagakan di Palestina. Belum lagi berbagai pendampingan lain seperti bantuan pangan, bahan bakar sampai air bersih untuk menunjang kehidupan penduduk Palestina. “Bantuan masyarakat Indonesia menjadi bagian perjuangan Palestina memerdekakan diri dari jajahan bangsa lain,” ungkap Said Mukkafiy dari tim Global Humanity Response - ACT.[]