
ACTNews, ACEH – Selama 113 hari dihabiskan 81 pengungsi Rohingya dengan terombang-ambing di laut. Hanya menggunakan satu kapal sederhana yang memuat 90 orang, membuat para pengungsi saling berimpit. Tak ayal, dalam perjalanan panjang tersebut, delapan di antara mereka wafat, dan satu orang hilang di laut. Rasa lapar dan lelah pun menyelimuti hingga kapal yang mereka tumpangi merapat di Pulau Idaman Gampong Kuala Simpang Ulim, Kecamatan Simpang Ulim, Kabupaten Aceh Timur, Jumat (4/5/2021).
Merespons hal ini,
Aksi Cepat Tanggap (ACT) bergerak cepat. Pengiriman tim untuk asesmen awal
dilakukan dan bantuan yang paling mendesak ialah makanan siap santap. Total, 95
porsi makanan siap saji terdistribusi pada Ahad (6/6/2021). "Ini merupakan
bentuk solidaritas sesama saudara muslim. Insyaallah pemenuhan kebutuhan,
khususnya makan akan terpenuhi," ujar Hidayatullah dari Tim Program ACT
Lhokseumawe.
Berdasarkan
penuturan, pengungsi Rohingya ini lari dari kamp pengungsian di Cox's Bazaar,
Bangladesh yang kondisinya sangat memprihatinkan. Hunian yang tidak layak,
sulit air besih, hingga tak adanya lapangan pekerjaan, membuat mereka
memutuskan untuk mencoba hidup baru di negara lain.
“Saat ini pengungsi
Rohingya masih membutuhkan bantuan. Mereka datang di Indonesia tanpa membawa
banyak harta benda. Mereka melakukan ini karena terpaksa, terusir dari tanahnya
sendiri,” tambah Hidayatullah.
Untuk diketahui,
ini bukan pertama kalinya pengungsi Rohingya terdampar di Aceh. Pada 2017 dan
2020 lalu, kejadian serupa terjadi. Di 2017, sejumlah warga Rohingya melarikan
diri ke Aceh untuk menghindari angkatan bersenjata Myanmar. Bantuan kemanusiaan
pun ACT hadirkan untuk mereka, mulai dari pemenuhan pangan, pendampingan
psikososial, pelayanan kesehatan dan berbagai bantuan lainnya yang berasal dari
dermawan.[]