
ACTNews, TASIKMALAYA – Gunungan
sampah beserta dengan aromanya menyeruak, beradu menjadi satu. Tempat yang jika
dikunjungi sebagian orang, tidak ingin berlama-lama. Kesan kumuh, dan tidak nyaman
juga tergambar ketika membayangkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Namun
gunungan sampah itulah yang menjadi sumber nafkah bagi puluhan pekerja harian
yang berjibaku untuk mencari rezeki.
Tim Aksi Cepat Tanggap
(ACT) Tasikmalaya kembali mengunjungi TPA Sampah Ciangir yang terletak di
Tamansari, Kota Tasikmalaya. Puluhan dari pekerja harian di TPA Ciangir saat itu
sedang bekerja dan bergegas menyambut kedatangan Tim ACT Tasikmalaya. Salah
satunya Juairiah (85), seorang nenek paruh baya yang sejak 2005 bekerja sebagai
penghimpun sampah. Rumahnya pun tidak jauh dari lokasi TPA. Selama 15 tahun ia bekerja
bersama sang suami di TPA ini. “Sekitar tahun 2005 saya di sini, bekerja sama suami
juga di sini,” ungkap Juairiyah pada Jumat (28/8) itu.
Sampah-sampah
yang sudah terkumpul kemudian akan dijual ke pengepul. Namun, tidak
setiap hari ia bisa mendapatkan uang dari hasil mengumpulkan sampah. Pasalnya, uang yang didapatkan tergantung kepada sampah yang dihasilkan dari menghimpun. “Tidak
menentu, biasanya kalo sudah dapet banyak baru dijual, kadang juga per minggu.
Dikumpul dulu baru dijual,” tambah Juairiyah.
Dari hasil
menghimpun, paling banyak ia dapatkan Rp150 ribu per minggu. Jika keadaan
sedang kurang baik, ia mendapatkan uang di bawah itu. Puncak kesulitannya
terjadi setelah merebaknya virus corona, di mana sampah per kilogram yang
biasanya dihargai Rp2.500, kini turun menjadi Rp1.500.
“Saya dan suami
biasanya kalo lagi baik, dapat Rp300 ribu per minggu. Kalau hanya saya yang
bekerja paling Rp150 ribu. Kalau enggak baik
mah, ya di bawah itu. Apalagi sekarang lagi corona, per kilo hanya (dihargai) Rp1.500 saja,” ungkap Juairiyah.
Hal yang sama
dirasakan oleh Ecin (65) sejak 15 tahun yang lalu sang suami meninggal dunia,
ia memutuskan untuk bekerja memungut sampah di TPA Ciangir. Kini, ia pun
merasakan dampak yang sama, ia hanya mendapatkan Rp50 ribu perbulan. “Enggak nentu neng, kalo dihitung paling Rp50 ribu per bulan,” ungkap Ecin.
Suasana TPA ciangir saat para pekerja hendak mengambil bahan pangan. (ACTNews/Rimayanti)
Di tengah
kondisi sulitnya ekonomi saat pandemi, mereka pun sangat bersyukur mendapatkan paket
bahan pangan dari hadirnya Lumbung Sedekah Pangan dari ACT di TPA Ciangir. Program yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Lumbung Sedekah Pangan ini hadir untuk membersamai mereka para pejuang nafkah harian yang berkerja di
TPA Ciangir yang juga sama-sama terdampak pandemi hingga sulitnya memenuhi
kebutuhan pangan.
Tiga kali dalam
seminggu, yakni di setiap hari Jumat, Rabu, dan Senin, Juairiyah, Ecin dan puluhan
pekerja lainnya dapat mengambil bahan pangan di rak yang sudah disediakan sesuai
dengan kebutuhan mereka. “Lumbung Sedekah Pangan ACT Hadir di TPA Ciangir tiga kali
dalam seminggu d ihari Jumat, Rabu, dan Senin. Melalui lumbung ini mereka bisa mengambil
bahan pangan sesuai kebutuhan. Harapannya ini bisa membantu pemenuhan kebutuhan
pangan harian mereka di tengah masa sulit ini,” ungkap M. Fauzi Ridwan selaku
Koordinator Program ACT Tasikmalaya.
Fauzi juga berharap, masyarakat dapat ikut berkontribusi. Baik melalui dana tunai, maupun mengisi langsung rak yang tersedia di Kantor ACT Tasikmalaya. “Melalui program ini juga kami mengajak kepada masyarakat untuk sama-sama meringankan beban sesama, meredakan kesulitan dan mengentaskan kemiskinan. Kepedulian dapat disalurkan melalui rekening atas nama Aksi Cepat Tanggap, BNI Syariah di nomor 88 0000 9277 atau melalui laman Indonesia Dermawan. Atau bisa juga menyampaikan bantuan pangan langsung ke kantor ACT Tasikmalaya Jl Cimulu No.15 Tawang, Kota Tasikmalaya,” terang Fauzi. []