
ACTNews, JAKARTA – Virus kecil
yang baru ditemukan kasusnya pada tahun 2019 lalu, sampai kini membuat heboh
seantero dunia. Belum selesai ancaman kesehatan yang disebabkan oleh virus ini,
kini masyarakat juga ikut panik akibat dampak ekonomi yang ditimbulkannya.
Resesi ekonomi jadi hantu baru bagi dunia.
Resesi
sendiri merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan yang berlangsung
selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Para ahli menyatakan resesi ketika
ekonomi suatu negara mengalami Produk Domestik Bruto (PDB) negatif,
meningkatnya tingkat pengangguran, penurunan penjualan ritel, dan kontraksi
pendapatan dan manufaktur untuk jangka waktu yang lama.
Dampak dari
resesi dapat terasa langsung bagi masyarakat. Resesi menimbulkan efek
domino kepada kehidupan warga suatu negara yang sedang mengalaminya. Misalnya
investasi yang anjlok saat resesi akan secara otomatis membuat angka pemutusan
hubungan kerja (PHK) naik signifikan dan menghilangkan sejumlah lapangan
pekerjaan. Produksi atas barang dan jasa pun merosot sehingga menurunkan PDB
nasional.
Otomatis pengangguran
meningkat karena orang akan kehilangan pekerjaan, atau sulit mencari
peluang kerja baru dan promosi. Para sarjana dan lulusan sekolah yang mencari pekerjaan
untuk pertama kali, kemungkinan akan sulit mendapatkan pekerjaan. Gaji para
pegawai yang masih bekerja mungkin tidak akan naik-- atau mereka harus bekerja
lebih lama, atau gajinya terpaksa dikurangi.
Distribusi makanan siap saji kepada para pemulung di pinggir sebuah jalan di Kota Bogor. (ACTNews/Eko Ramdani)
Sekretaris
Eksekutif I Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Raden
Pardede menyebutkan, label resesi akan memberikan pukulan pada psikologis
masyarakat. Sebab, resesi bisa mempengaruhi ekosistem ketenagakerjaan di
Indonesia.
"Dampak
resesi yakni penciptaan lapangan kerja sangat rendah dan terjadi
gelombang PHK (pemutusan hubungan kerja)," ujarnya dalam konferensi pers
secara virtual, Senin (10/8).
Apabila tidak segera diatasi, efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor. Efek yang bisa ditimbulkan selanjutnya adalah macetnya kredit perbankan hingga inflasi yang sulit dikendalikan atau sebaliknya terjadi deflasi. Selain itu, hal tersebut juga akan berdampak pada neraca perdagangan yang minus dan berimbas langsung pada cadangan devisa. Contoh kondisi nyata adalah banyak orang kehilangan rumah karena tak sanggup membayar cicilan, daya beli melemah, hingga banyak bisnis gulung tikar.
Indonesia berhadapan dengan resesi
Indonesia pun
kini hampir mengalami resesi. Pada kuartal II 2020, pertumbuhan ekonomi
Indonesia dinyatakan minus 5,32%. Berbagai pihak kini mencari jalan bagaimana
caranya agar Indonesia bisa terhindar dari jeratan resesi.
Salah satunya
yang tengah digenjot oleh pemerintah saat ini ialah daya beli dari masyarakat.
Untuk memaksimalkan hal tersebut, pemerintah salah satunya menggelontorkan
bantuan sosial. Pentingnya bantuan sosial disampaikan oleh Presiden Joko
Widodo saat rapat bersama jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat serta
bupati dan wali kota dari Kota Bandung, Jawa Barat pada Selasa (11/8) lalu.
"Saya ingin
mengingatkan kembali urusan bantuan sosial agar dicek betul, jangan sampai ada
kondisi-kondisi di masyarakat yang namanya kekurangan yang berkaitan dengan
misalnya sembako dan kita memiliki kemampuan memberikan itu kepada masyarakat.
Tolong disampaikan kalau ada hal yang perlu dibantu pemerintah pusat,"
kata Jokowi.
Rangkaian
bantuan sosial tersebut diberikan berkaitan dengan peningkatan pertumbuhan
ekonomi Indonesia. "Kita harapkan stimulus untuk ekonomi kita terutama
untuk yang menengah bawah bisa diberikan sehingga ada daya beli di sana,
konsumsi domestik kita juga akan naik, sehingga kita harapkan pertumbuhan
ekonomi secara nasional akan tumbuh lebih baik dari kuartal kemarin," kata
Jokowi.
Upaya pemerintah
ini didukung juga dengan gerakan swadaya masyarakat, salah satunya melalui Aksi
Cepat Tanggap (ACT). Melalui program-programnya, ACT berusaha menopang
masyarakat yang membutuhkan selama situasi ekonomi yang sedang tidak stabil.
Salah satu ikhtiar ini dapat terlihat melalui inisiasi Gerakan Nasional Lumbung
Sedekah Pangan, gerakan filantropi yang dilakukan dari masyarakat untuk masyarakat. Gerakan ini melibatkan semua elemen masyarakat untuk memberikan sedekah kepada
masyarakat prasejahtera di era kenormalan baru yang belum juga mengalami
pemulihan ekonomi.
Executive Vice
President ACT Insan Nurrochman menerangkan, sedekah yang bisa diberikan berupa
natura maupun bantuan tunai. Sementara itu, ACT menyiapkan Posko Nasional
Lumbung Sedekah Pangan di Gunung Sindur, Bogor dan kantor-kantor cabang ACT.
Sedekah pangan yang terkumpul akan segera didistribusikan ke masyarakat
prasejahtera atau penggerak usaha mikro yang terkena dampak pandemi Covid-19.
Antusias warga
di Kota Semarang sambut Lumbung Sedekah Pangan. (ACTNews)
Penghimpunan
sedekah pangan ini dapat dipelopori mulai dari individu, komunitas, bahkan
jemaah masjid hingga korporasi. Masyarakat dapat menginisiasi Lumbung Sedekah
Pangan di rumah, masjid, kantor, dan lainnya sebagai medium pengumpulan sedekah
pangan. Selanjutnya, Relawan Sedekah Pangan berperan sebagai koordinator
distribusi yang akan menyalurkan sedekah langsung ke penerima manfaat, di tingkat
provinsi dan daerah. Penerima manfaat pun dapat mengambil langsung bantuan
pangan di sejumlah Lumbung Sedekah Pangan yang dikelola individu maupun
komunitas.
“Perlu ada gerakan masif untuk memperbaiki keadaan. Kebaikan ini harus dilakukan bersama-sama. Melalui Gerakan Nasional Lumbung Pangan, kita berharap seluruh elemen masyarakat terlibat dalam memberikan sedekah pangan terbaiknya,” harap Insan. []