
ACTNews, DEPOK –
Waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi, tapi Raskim (58) telah bersiap
meninggalkan rumah dan keluarga untuk menjemput rezeki. Gerobak yang telah
dimodifikasi sesuai kebutuhan untuk mendukungnya berjualan menjadi teman sehari-harinya.
Berbagai peralatan serta bahan jualan yang telah ia siapkan berjam-jam sebelum
pukul 6 pun dibawa. Rupiah demi rupiah menjadi harapan pada setiap langkah yang
ia tempuh di luar rumah.
Pria
yang tinggal di rumah kontrakan bersama istri dan dua anaknya di daerah
Curug, Kecamatan Cimanggis, Depok ini merupakan pedagang gorengan. Setiap hari ia berjualan sejak pukul 6 pagi dan pulang tak menentu. Ketika
ramai pembeli, pukul 12 siang, ia sudah bisa kembali berkumpul bersama keluarga
di rumah kontrakan. Tapi tak jarang kondisinya sepi pembeli, sehingga ia harus pulang sore
sampai menjelang malam dengan uang yang tak seberapa juga.
“Kalau
berangkat biasanya jam 6 pagi, tapi bahannya sudah siap dari sebelumnya. Kalau
pulangnya enggak tentu, tergantung habisnya (gorengan) saja,” jelas Raskim, Senin
(28/9).
Dalam
sehari, Raskim bisa membawa uang bersih sekitar Rp100 ribu untuk keluarganya.
Uang itu dimanfaatkan untuk menyambung kehidupan serta membayar uang kontrakan.
Namun, kini pandemi melanda, penghasilan yang bisa dikantongi Raskim pun tak
seperti dahulu. Kastini (49), istri Raskim, mengatakan, suaminya saat ini
paling hanya bisa membawa uang Rp100 ribu, tapi kotor, belum dikurang modal
jualan lagi.
Adanya
pandemi Covid-19 di tahun 2020 ini memang membawa tantangan tersendiri bagi
Raskim sebagai kepala keluarga. Selain harus menghidupi keluarga serta membayar
sewa rumah, pria asal Kuningan, Jawa Barat tersebut juga harus
menyisihkan uang untuk pengobatan anak terakhirnya, Muhammad Rival, yang
dinyatakan mengalami kelainan ginjal. Sejak awal Juni lalu, Rival mulai
menjalani pengobatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Biaya pengobatan
ditanggung oleh jaminan kesehatan dari pemerintah. Namun untuk transportasi,
konsumsi serta akomodasi jika diperlukan, jaminan tersebut tak mengkovernya.
Sehingga, hasil dagangan gorengan Raskim menjadi satu-satunya pemasukan
keluarga, di samping adanya bantuan dari kakak Rival yang memiliki pekerjaan yang
sama dengan sang ayah.
“Sekali
berobat butuh ongkos sampai 300 ribuan (rupiah) paling, dan berobat harus rutin
seminggu dua kali,” jelas Kasniti, Senin (28/9), saat ditemui tim ACTNews di rumah kontrakannya.
Saat ini, berbagai harapan baik selalu dipanjatkan Raskim dan keluarganya. Selain segera berakhirnya pandemi dan ekonomi yang kembali pulih, mereka juga berharap agar Rival dapat segera sehat seperti semula.[]