ACTNews, LAMPUNG SELATAN – Kegiatan penyembelihan hewan kurban di wilayah kompleks hunian sementara Dusun 4
Desa Waymuli Induk pada Ahad (11/8) nampak dipenuhi warga. Dari sekian warga yang membantu proses penyembelihan hewan kurban, seorang bapak terlihat menonjol di antara warga lainnya. Ia dengan sigap mengkoordinir pemotongan
serta pembagian daging kurban di wilayah tempat tinggal para penyintas tsunami itu. Di sela kesibukannya itu, ia mengobrol akrab dengan warga lainnya yang sedang mencacah daging kurban. Tak lupa ia sapa ibu-ibu yang mempersiapkan tungku kayu bakar untuk memasak hidangan kurban yang akan disajikan pada acara Syukuran
Qurban.
Bapak itu bernama Purnani (49). Sudah lama Purnani terlibat dalam aksi-aksi kemanusiaan yang dilakukan Aksi
Cepat Tanggap (ACT) sejak terjadinya tsunami pada tanggal 24 Desember 2018.
Sebelumnya, ia merupakan koordinator posko di Desa Kunjir, dan kemudian
dipindahkan ke Desa Waymuli Induk beberapa bulan kemudian.
“Saya berkenalan dengan ACT saat kejadian
tsunami tahun 2018 akhir, tanggal 24 Desember. Saya bergabung sebagai relawan
di Posko Kemanusiaan di Desa Kunjir,” terang Purnani. Saat pertama kali bergabung sebagai relawan ACT, Purnani bertugas melakukan pendataan korban dan bantuan yang
mereka butuhkan.
“Saat itu, saya bertugas di Posko di Desa
Kunjir selama sekitar satu bulan setengah. Setelah Posko Kemanusiaan di
Desa Kunjir ditutup, saya diizinkan untuk terus membantu sebagai relawan ACT di
Desa Waymuli Induk,” papar Purnani.
Padahal, lelaki yang tinggal di tepi Jalan Pesisir di Desa Kunjir itu juga berstatus sebagai korban karena rumahnya yang ikut terkena imbas tsunami. “Kebetulan rumah kami terletak di pinggir pantai. Waktu itu, kita pun terkena tsunami. Tetapi alhamdulillah semua keluarga selamat,” imbuh Purnani.
Menurutnya, menjadi relawan adalah caranya
berkontribusi kepada sesama karena dirinya tidak selalu dapat membantu orang
lain secara finansial. “Kalau membantu secara finansial mungkin saya tidak
bisa. Akhirnya ada informasi pendaftaran relawan dari ACT, dan saya pun siap,”
ungkap Purnani.
Namun demikian, perjalanan menjadi relawan
tidak selalu mulus tanpa halangan. Terkadang ia juga harus berhadapan dengan
berbagai tantangan. Salah satunya warga yang meminta bantuan padahal tidak
berstatus sebagai korban. “Salah satu pengalaman yang cukup mengesankan adalah
ketika bersinggungan dengan warga. Ada banyak warga di sebagian desa yang tidak
terdampak tsunami, namun berharap mendapat bantuan dari ACT. Tentu
saja mereka tidak bisa menerima bantuan dari ACT jika tidak terkena tsunami
meskipun itu sanak saudara kita,” kata Purnani.
Purnani mengakui bahwa dia mengagumi
keteraturan cara kerja ACT dalam menyalurkan bantuan, sehingga bantuan dapat
berguna secara tepat sasaran kepada mereka yang membutuhkan. “Strukturnya
teratur. Bantuan yang diberikan tidak dikirimkan begitu saja. Semuanya
didata, sehingga bantuan benar-benar tertuju kepada orang yang membutuhkan,”
pungkasnya.
Keberhasilan program-program kemanusiaan yang dijalankan oleh ACT tentunya tidak terlepas dari kolaborasi antara dermawan, mitra, serta orang-orang yang berdedikasi penuh untuk memastikan bahwa bantuan terbaik yang telah disalurkan oleh para dermawan benar-benar dapat memberi manfaat kepada mereka yang membutuhkan. []