
ACTNews, BOGOR
– Aksi Cepat Tanggap (ACT) mendistribusikan puluhan paket pangan kepada
korban terdampak banjir bandang di Kampung Cigowong, Desa Sukamaju, Kecamatan
Cigudeg, Kabupaten Bogor. Paket berupa beras dan sembako itu adalah amanah dari
para dermawan yang disampaikan pada Kamis (20/2) lalu.
“Amanah kali ini kita sampaikan kepada warga Kampung Cigowong karena kampung ini kita termasuk salah satu daerah yang cukup parah terdampak banjir. Banyak rumah rusak bahkan beberapa hanyut,” kata Firdaus dari Tim Disaster and Emergency Response (DER) – ACT.
Aep, salah satu ketua RW setempat, memang menyebut banjir bandang pada Januari lalu cukup parah. Ada 6
rumah yang rata dengan tanah dari 68 rumah yang terdampak banjir. Pemerintah
sudah mewacanakan adanya relokasi untuk menghindari bencana serupa ke depannya.
“Katanya akan ada relokasi memang dan tanahnya juga sudah diukur di Kampung Tamansari. Tapi kita belum tahu nanti ukuran rumahnya sebesar apa,” jelas Aep
Salah satu rumah warga yang rusak akibat banjir di Kampung Cigowong. (ACTNews/Reza Mardhani)
Hingga kini sebagian warga masih
menetap di rumah kerabatnya. Salah satunya Warni, yang rumahnya hanyut tak tersisa
dibawa banjir. Warni pada hari itu juga menerima bantuan pangan dari ACT. Ia
mengaku senang dengan adanya kepedulian dari para dermawan kepada warga di
Kampung Cigowong.
“Alhamdulillah, ibu senang. Terima kasih banyak ya, jauh-jauh sudah mau mengantar bantuan ke ibu. Ibu doakan semoga panjang umur, sukses, dan semakin maju ke depannya,” ungkap Warni.
Pendistribusian bantuan kala itu merupakan kelanjutan dari aksi-aksi kemanusiaan sebelumnya di Kampung Cigowong. Pada bulan Januari lalu, bantuan serupa pernah didistribusikan. Selain bantuan pangan, pelayanan kesehatan ACT juga hadir untuk warga Kampung Cigowong.
Kampung
Cigowong sempat terisolir akibat air Sungai Cidurian yang melintasi kampung ini
meluap. Permukiman yang berjarak 100 meter dari bibir sungai terdampak banjir
dengan ketinggian lebih kurang satu meter. Banjir bandang itu merendam permukiman warga dan memutus satu-satunya jembatan penghubung antarkampung. Warga akhirnya membangun kembali jembatan darurat menggunakan bambu.[]