
ACTNews, TAIZ, IBB – Warga mengantre panjang di belakang sebuah mobil pikap
putih. Barisan paling depan mengacungkan kupon, dan seseorang di atas mobil
pikap mengambil kuponnya seraya menukarnya dengan sekantung daging. Senyum
semringah, warga yang mendapatkan daging itu bergegas menuju rumahnya. Daging kurban menjadi sesuatu yang mewah di tengah krisis pangan yang belum juga mereda.
“Saya ibu dari dua orang anak. Keluarga kami
sangat jarang dapat memakan daging. Terima kasih kepada kalian
(masyarakat Indonesia) kami dan warga lainnya bisa memakan daging pada kurban
tahun ini,” ujar Amine Numan Hüseyin Hasan (24), warga Kota Taiz, Yaman, ketika menerima daging dari para dermawan yang diberikan lewat Global Qurban – ACT pada 2019 lalu.
Dilansir dari
BBC Indonesia, Taiz adalah kota yang bertahun-tahun mengalami konflik dan
berada di bawah pengepungan. Perang saudara kini membelah kota itu menjadi dua,
yang masing-masing dikuasai oleh kedua pihak yang bertikai. Tembok besar
sebagai batas kekuasaan, dan menurut pengakuan penduduk sipil mereka harus
berhati-hati melewati tembok itu atau penembak jitu tidak akan segan melesatkan
pelurunya kepada mereka.
Blokade ini
membuat aktivitas warga jadi makin sulit, berdampak pada pemenuhan kebutuhan
sehari-hari. Makanan masih ada, tetapi menjadi mahal harganya. Penduduk juga
tak punya banyak uang untuk dibelanjakan.
Antrean warga di Taiz yang mengular. (ACTNews)
“Orang-orang
tidak bisa pergi bekerja. Ribuan jiwa meninggal karena perang. Anak-anak pun
kehilangan orang tuanya. Beberapa juga meninggal karena penyakit. Penyakitnya seperti yang dahulu sering terjadi, yaitu malaria. Lalu kini lebih
banyak gagal ginjal dan tifus. Kondisi air yang tidak layak memperparah
penyakit ini. Secara umum, kondisi kehidupan di sini sangat buruk,” jelas Muhammed
Bozunogullari, salah seorang mitra Global Qurban - ACT di Yaman.
Untuk menggembirakan
mereka di tengah penderitaan panjang, Global Qurban – ACT mengirimkan amanah kurban para dermawan ke Taiz pada 2019 lalu. Daging-daging kurban itu menyapa ratusan
kepala keluarga yang sampai saat ini masih bertahan di Taiz.
Namun banyak
juga warga yang tak bertahan di Taiz. Mereka kemudian mengungsi ke
daerah-daerah yang lebih aman di Yaman. Salah satu pilihannya adalah Kegubernuran
Ibb, yang tak menyaksikan perang berkecamuk. Kendati tidak mengalami perang,
bukan berarti kondisi Ibb kemudian jadi lebih baik.
“Angka warga
prasejahtera Kegubernuran Ibb adalah yang tertinggi kedua di Yaman. Banyak dari
warga yang bekerja dengan upah harian dan dan Ibb juga terkenal dengan banyaknya
pekerja di bawah umur. Kondisi di Ibb juga rentan terhadap penyakit seperti
malaria. Memang Ibb tidak mengalami operasi militer, seperti Taiz, Aden, Lahj,
Abyan, dan Marib, namun banyak warga dari Taiz atau kota lain di selatan Yaman
yang mengungsi ke sini,” kata Wisam Badawi, mitra Global Qurban – ACT di Ibb.
Kerawanan pangan
juga menjadi salah satu isu, sehingga mengarah pada malnutrisi di Ibb. “Anak-anak
yang menderita malnutrisi angkanya mungkin sekitar ratusan ribu. Sangat sulit
untuk mengetahui jumlah pastinya di saat seperti ini (konflik),” kata Wisam.
Bantuan dari Global
Qurban – ACT juga datang menyapa masyarakat di Ibb. Puluhan kepala keluarga
menjadi penerima manfaat dari adanya kurban di Ibb pada tahun 2019 lalu.
Said Mukaffiy
dari tim Global Humanity Response – ACT berterima kasih atas bantuan dari para dermawan. Melihat kondisi
Yaman pada tahun ini yang belum kunjung membaik, ia berharap dapat kembali
menyapa masyarakat Yaman melalui program kurban.
“Tentunya kami kembali mengajak para dermawan untuk menyalurkan kurban terbaiknya pada tahun 2020 ini. Mudah-mudahan amanah ini dapat kami salurkan ke Yaman untuk meringankan kesulitan masyarakat di sana yang hingga kini masih terdampak konflik,” kata Said. []