
ACTNews, YERUSALEM
– Tiap masuk akhir
dan awal tahun, Palestina dikepung musim dingin. Suhu udara menurun, bahkan
pernah menyentuh angka 5 derajat Celsius. Bagi masyarakat Indonesia, musim ini
seakan menjadi idaman untuk bisa dinikmati bersama keluarga. Namun, tidak bagi
penduduk Palestina yang sedang dirundung duka konflik kemanusiaan menahun.
Januari 2019 lalu,
di musim yang sangat dingin, keluarga Ramziyeh Sabbagh (31) yang tinggal di
Yerusalem Timur terpaksa merasakan kondisi yang sangat membuat tidak nyaman. Mereka
diusir paksa oleh pihak Israel karena tempat tinggalnya akan menjadi hunian
bagi penduduk negara Zionis tersebut. Tenggat waktu yang diberikan hingga 23
Januari 2019, selebihnya tak ada toleransi. Padahal, menjelang akhir bulan itu,
udara di Palestina, termasuk Yerusalem, sedang dingin karena musim.
“Kami tidak tahu
apa yang harus dilakukan. Saat ini, kami hanya memiliki tuhan,” ungkap Khadija
Sabbagh, bibi Ramziyeh, seperti yang dikutip dari laman Al Jazeera.
Secara umum ketika
masuk penghujung dan awal tahun, di Palestina akan masuk musim dingin. Masuknya
musim baru ini setiap tahun seakan memaksa penduduk Palestina untuk semakin
kuat menjalani kehidupan. Pasalnya, konflik kemanusiaan yang tak kunjung usai
membawa dampak yang kurang bagi penduduk Palestina, khususnya ketika musim
dingin. Mulai dari minimnya sumber daya seperti listrik untuk menghidupkan
pemanas, rumah-rumah yang tak lagi nyaman karena adanya pengusiran oleh Israel,
minimnya pasokan pangan, tinggal di pengungsian, hingga tahun 2020 ini hadirnya
pandemi Covid-19 yang mengancam nyawa.
Di tahun ini,
terhitung sejak bulan November, Palestina tengah bersiap menyambut musim
dingin. Dari pantauan suhu udara yang dilansir dari Meteotrend, menuju akhir bulan nanti, suhu udara cenderung
mengalami penurunan. Kondisi ini menjadi tidak menyenangkan karena konflik
kemanusiaan berkepanjangan yang berdampak pada banyak sektor kehidupan.
Setiap tahun musim
dingin di Palestina, setiap tahun juga Aksi Cepat Tanggap (ACT) berikhtiar
untuk mendampingi melalui bantuan kemanusiaan. Awal tahun ini saja, paket
pakaian hangat telah tersalurkan untuk keluarga prasejahtera di Palestina untuk
melewati musim dingin. Begitu juga di akhir 2020 hingga awal 2021 akan ada
bantuan tambahan.
Said Mukkafiy dari
tim Global Humanity Respose - ACT mengatakan, saat ini penggalangan sedekah untuk
musim dingin Palestina masih terus berlangsung. Melalui laman Indonesia Dermawan, penggalangan sedekah dilakukan. Selain sedekah dengan nominal bebas,
ACT juga menyediakan paket sedekah berupa paket pangan dengan nominal Rp560
ribu per keluarga, serta sedekah nominal Rp935 ribu untuk pakaian hangat per
satu keluarga Palestina.
“Bagi penduduk Palestina, musim dingin menjadi ujian tersendiri, apalagi dengan minimnya sumber daya untuk menghidupkan mesin penghangat. Di tahun ini malah diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 yang semakin menekan kondisi saudara kita di Palestina, serta perampasan tempat tinggal yang masih saja berlangsung,” jelas Said, Kamis (19/11).[]