
ACTNews, TIMOR TENGAH SELATAN – Populasi penduduk muslim di Indonesia menjadi yang terbanyak. Tersebar di kota-kota hingga pelosok desa yang sulit akses. Tak sedikit juga yang hidup dalam kondisi ekonomi prasejahtera.
Hal tersebut
disaksikan langsung oleh Dai Tepian Negeri yang Aksi Cepat Tanggap (ACT) kirim
untuk bertugas di Kabupaten Belu, Malaka, Timor Tengah Utara (TTU), dan Timor
Tengah Selatan (TTS), Provinsi NTT, Niki Sumantri. Di mana akses menuju
perkampungan sulit dijangkau, seperti Kampung Falas, Kecamatan Soe, Kabupaten
TTS, tidak bisa dilalui kendaraan tiap kali hujan melanda.
Saat hujan, Niki
melanjutkan, satu-satunya cara menuju kampung tersebut adalah dengan berjalan
kaki atau menggunakan kendaraan off road.
Namun, jalan kaki bukanlah pilihan, karena jarak dari Kecamatan Soe ke kampung
tersebut memerlukan waktu sekitar 2,5 jam.
"Tapi
kendaraan off road enggak ada,"
ujarnya.
Medan yang sulit ini membuat muslim dan anak-anak Kampung Falas juga sulit mendapatkan pendidikan keagamaan Islam. Hanya ada satu penyuluh agama yang datang sepekan sekali, itu juga kalau akses menuju kampung dalam kondisi baik.
"Mereka (muslim) bilang ‘Kita hanya punya jagung dan pisang, cuma bisa kasih ini sa, tidak punya duit. Tapi ingin anak bisa mengaji, belajar Islam, agar nanti bisa bimbing kami di sini," jelas pria kelahiran Serang ini.
Muslim di Kampung Falas saat sedang membersihkan rumput sekitar masjid. (ACTNews)
Selain di Falas,
saat mengunjungi Desa Susulaku, Kecamatan Insana, Kabupaten TTU, Niki juga
mendapati hal yang sangat miris. Muslim di desa tersebut selama hidup belum
pernah merasakan nikmatnya olahan daging kurban.
"Muslim di
Susulaku minoritas. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sudah sulit, apalagi
untuk kurban," jelas Niki dengan nada terbata-bata dan mata berkaca-kaca
mengenang pengalamannya selama mengabdi.
Dai Tepian Negeri
merupakan program pengiriman dai ke wilayah-wilayah tepian negeri Indonesia.
Para dai bertugas dakwah, membimbing muslim minoritas atau para mualaf yang
berada di daerah 3T.[]