
ACTNews, FARYAB –
Afghanistan tengah berada dalam titik puncak krisis usai dikepung berbagai
permasalahan kemanusian yang kompleks. Dari mulai konflik internal yang parah,
keruntuhan ekonomi, merebaknya pandemi Covid-19, hingga kekeringan yang
tercatat sebagai yang terparah dalam 27 tahun terakhir, telah membuat jumlah
pengungsi internal Afghanistan melonjak tajam.
Kelaparan pun merajalela di negara seluas 652,860 kilometer
persegi tersebut. Selain disebabkan harga pangan yang naik dan sulit dijangkau,
sektor pertanian Afghanistan juga telah mengalami gagal panen pada musim
sebelumnya. Hal ini pun membuat stok pangan saat ini menjadi sangat sedikit.
Lebih dari separuh penduduk Afghanistan mengalami krisis pangan.
“Kekurangan pangan dan harga yang meroket membuat pengungsi menjual semua yang mereka miliki hanya untuk membeli makanan. Ketika tidak ada yang tersisa untuk dijual, mereka terjerat utang dalam jumlah besar. Mereka mengambil setiap tindakan yang mereka bisa untuk berita hidup," ujar Saleh Saeed, kepala eksekutif Komite Darurat Bencana (DEC) di Afghanistan, dikutip dari laman Independent.
Untuk meredam kelaparan di Afghanistan, para dermawan
melalui Aksi Cepat Tanggap (ACT) telah mendistribusi paket pangan berisi
berbagai kebutuhan pokok pada akhir April lalu.
Bantuan didistribusikan di Kota Faryab, dan menjangkau 550 penerima
manfaat.
"Insyaallah, paket ini juga mampu memenuhi kebutuhan
pangan mereka hingga satu bulan pasca Idulfitri. Mayoritas para penerima
manfaat adalah keluarga miskin yang ekonomi keluarganya hancur akibat krisis di
negeri tersebut," ujar Firdaus Guritno dari tim Global Humanity Network
ACT, Selasa (10/5/2022).
Bantuan pangan ini diharapkan juga mampu meredam tingginya
angka kekurangan nutrisi di antara pengungsi yang menjadi pemicu munculnya berbagai penyakit.
Pihak medis pun mengeluhkan kekurangan obat-obatan dan
persediaan dasar. Lebih dari 3 juta balita diperkirakan menderita kekurangan
gizi akut, dan satu juta di antaranya berisiko meninggal dunia.[]