ACTNews, MAMUJU –
Saat ini, hampir satu bulan pascagempa, warga Mamuju
dan Majene yang terdampak gempa, masih membutuhkan bantuan kemanusiaan. Mereka
tak sedikit yang masih bertahan di pengungsian karena rumahnya mengalami
kerusakan. Aktivitas perekonomian yang belum sepenuhnya pulih, membuat penyintas
menggantungkan pemenuhan kebutuhannya pada bantuan kemanusiaan. Sayang, seiring
berakhirnya masa tanggap darurat, bantuan perlahan berkurang.
Mulai berkurangnya bantuan ACTNews temui di salah satu titik
pengungsian yang cukup banyak menampung pengungsi, di Pokso 8, Desa
Salutahonga, Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene. Pengungsian yang ada di
puncak bukit dan menumpang di area sekolah ini dihuni oleh 283 jiwa dari 76
keluarga. Tenda terpal besar menjadi tempat bernaung bagi lebih dari satu
keluarga. Pemenuhan pangan mereka datang dari bantuan kemanusiaan yang diatur
oleh kepala gudang yang sengaja dipilih agar bantuan bisa merata ke semua
keluarga.
“Semua bantuan yang diterima harus masuk
ke gudang, tidak boleh diterima oleh masing-masing jiwa atau keluarga. Hal itu
karena terbatasnya jumlah bantuan, sedangkan di sini banyak sekali
pengungsinya. Dalam sehari gudang mengeluarkan jatah makan dua kali, jumlahnya
menyesuaikan jumlah anggota keluarga dan ketersediaan bantuan. Tapi sekarang jumlah
bantuan terus berkurang,” jelas Tahir sebagai kepala gudang pengungsian akhir
Januari lalu.
Di dalam gudang, stok logistik yang
paling banyak ialah beras serta mi instan. Selebihnya ada air mineral, biskuit
serta makanan ringan. Tahir mengatakan, logistik hari itu diperkirakan akan
habis dalam tiga hari mendatang.
Selain di Salutahongan, berkurangnya
bantuan juga terjadi di Lingkungan Puncak Indah, Kelurahan Bebanga, Kaluku,
Kabupaten Mamuju. Sejak gempa, mereka mengandalkan bantuan kemanusiaan. Hal
tersebut karena hasil kebun warga setempat sulit dijual, sehingga berpengaruh
pada pendapatan yang menjadi tumpuan pemenuhan hidup. Akan tetapi, bantuan
jarang sampai di tangan warga Puncak Indah. Pasalnya, permukiman ini cukup jauh
dari Jalan Poros Mamuju-Topoyo yang menjadi akses utama distribusi, belum lagi
untuk tiba ke Puncak Indah membutuhkan kendaraan khusus seperti mobil
berpenggerak empat roda karena jalurnya mendaki tanpa aspal.
“Bantuan sampai ke sini juga, tapi jumlahnya sedikit, tidak semua warga dapat,” ungkap Kepala Lingkungan Puncak Indah Suparman, Rabu (3/2/2021).
Proses pindah muat dari Kapal Kemanusiaan menuju truk angkut logistik untuk diantar ke Wakaf Distribution Center di Pelabuhan Belang-belang, Mamuju dan sebagian lain langsung dikirim ke Posko Kemanusiaan ACT yang tersebar hingga Majene. (ACTNews/Eko Ramdani)
Mendampingi
hingga masa pemulihan
Pada Senin (1/2/2021), Kapal Kemanusiaan
untuk Sulbar yang Aksi Cepat Tanggap (ACT) berangkatkan dari Tanjung Priok,
Jakarta lempar sauh di Pelabuhan Belang-belang, Kabupaten Mamuju. Kapal
tersebut mengangkut seribu ton bantuan kemanusiaan dari dermawan yang
dikumpulkan oleh kantor cabang ACT se-Jabodetabek, Banten dan Jawa Barat.
Kedatangan Kapal Kemanusiaan ini juga bertepatan dengan menjelang berakhirnya
masa tanggap darurat yang ditetapkan pada Kamis (4/2/2021).
Komandan Posko Induk Kemanusiaan ACT di
Mamuju Lukman Solehudin mengatakan, kehadiran bantuan logistik ini akan
mendampingi penyintas bencana di masa peralihan dari tanggap darurat ke
pemulihan. Dengan total bantuan yang mencapai seribu ton, penyintas di berbagai
titik di Mamuju serta Majene akan terjangkau.
“Melalui posko-posko unit dan relawan
MRI yang tersebar di banyak titik, bantuan kemanusiaan ini akan didistribusikan.
Pendistrusian juga telah dilakukan melalui jalur udara untuk menjangkau
penyintas yang terisolir,” jelas Lukman, Senin (8/2/2021).[]