
ACTNews, JAKARTA – “Buruh adalah tulang punggung &
penggerak industri. Tanpa buruh, industri dan ekonomi lumpuh. *SBY*” cuit
Mantan Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono melalui akun
Twitternya, ketika memperingati Hari Buruh pada tahun 2016 lalu. Tidak hanya SBY,
banyak tokoh juga yang memuji buruh sebagai pahlawan ekonomi.
Memang masuk
akal, pasalnya jika menilik sektor industri misalnya, buruh memegang peranan
vital. Industri
manufaktur terus menyerap tenaga kerja dalam negeri seiring adanya
peningkatan investasi atau ekspansi. Ini menjadi salah satu efek berantai dari
aktivitas industrialisasi yang sekaligus turut mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional.
“Pada tahun
2018, sektor industri manufaktur menyerap tenaga kerja sebanyak 18,25 juta
orang. Jumlah tersebut berkontribusi sebesar 14,72 persen terhadap total tenaga
kerja nasional,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada HRD Forum
Jabeka di Cikarang, Bekasi, pada tahun 2019 lalu.
Sektor
industri manufaktur juga masih menjadi tumpuan ekonomi Indonesia dengan
menjadi penyumbang terbesar produk domestik bruto (PDB) pada 2019, yakni
sebesar 19,62%. Kendati demikian, sektor ini tahun lalu tumbuh melambat
dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor industri manufaktur pada 2019 tumbuh
4,68% atau lebih lambat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 5,02%.
Penyerapan tenaga kerjanya pun naik tipis di angka 18,93 juta orang tenaga
kerja per Agustus 2019.
Para buruh yang sedang berunjuk rasa. (Reuters/Darren Whiteside)
Tidak hanya di
zaman kini, peran besar buruh juga hadir pada perjuangan masa lampau lewat
serikat-serikat yang tumbuh subur. Misalnya Serikat
Buruh Islam Indonesia (SBII) resmi berdiri pada 27 November 1948 dan menjadi anggota khusus Masyumi. Daljono,
mantan anggota Partai Buruh Indonesia yang berhaluan kiri dan radikal, menjadi
ketua umumnya.
SBII menyerukan
kepada kaum buruh agar berpegang teguh pada persatuan dan bukan permusuhan
dengan majikan. Pengurus besar SBII juga mengupayakan pemberian bantuan berupa
uang maupun kebutuhan lainnya. Mereka berharap terjalin keharmonisan di setiap
pusat buruh.
SBII juga
berusaha meningkatkan kesejahteraan buruh dengan pelayanan sosial seperti
pendirian poliklinik di Jakarta. “Apa yang diusahakan oleh SBII ini menunjukkan
pembaruan dalam berpikir untuk kesejahteraan buruh,” tulis Hikmah, 12
Januari 1952. “Apalagi oleh SBII sendiri sejak lama telah berjalan pula
tabungan buruh yang menolong buruh jika ditimpa kesengsaraan atau kesulitan.”
Menurut Puji Suwasono dalam “Sarekat Buruh Islam Indonesia 1947-1960”, skripsi di Universitas Indonesia, di bawah Daljono, SBII lebih terfokus pada pembenahan organisasi. Namun bukan berarti SBII meninggalkan fungsi utamanya sebagai alat perjuangan buruh. Misalnya, pada Oktober 1951, SBII Kring Super Motor Jakarta melakukan aksi mogok untuk menuntut premi beras dan libur tahunan. Pada tahun yang sama, Kring Kapal Willems Nugs melakukan mogok untuk menuntut tunjangan lebaran.
Para buruh hadapi kondisi sulit
Nasib buruh dan
para pekerja tidak begitu mulus pada tahun ini, sebab para buruh dihadapkan
kondisi sulit akibat pandemi.
Pusat Pengabdian Masyarakat (PPM) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
(LP2M) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melakukan survei terhadap masyarakat
yang terdampak Covid-19, khususnya para buruh. Hasilnya menyatakan upah buruh di
lima provinsi, termasuk diantaranya DKI Jakarta, mengalami penurunan drastis
akibat terdampak pandemi Covid-19.
Lebih jauh lagi,
pandemi virus corona mengakibatkan dampak serius di sektor ketenagakerjaan
Indonesia. Selama pandemi terjadi, tercatat 1.792.108 juta buruh di Indonesia dirumahkan
atau terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Angka 1,79 juta pekerja tersebut
sesuai dengan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI yang diperbaharui
hingga 27 Mei 2020.
Semangat para
buruh serta pekerja belum padam di masa sulit, sehingga perlu dukungan untuk
hal ini. Aksi Cepat Tanggap (ACT) menghadirkan dukungan itu untuk meringankan
permasalahan berbagai elemen bangsa di masa sulit ini, termasuk para buruh dan
pekerja.
Melalui gerakan “Bangkit Bangsaku”, ACT akan berfokus pada penyelamatan tiga
sektor vital yang kini sangat terdampak di masa-masa sulit ini, yakni sosial,
ekonomi, dan kesehatan melalui berbagai programnya.
“Bangsa kita butuh disemangati sebuah gerakan, penyadaran terhadap berbagai permasalahan, pembuka jalan solusi dan implementasi nyata, serta penjaga optimisme tetap menyala. Seluruh aksi ini membutuhkan kolaborasi besar berbagai elemen masyarakat. Semua anak bangsa diundang kontribusinya, menyiarkan semangat dan ide untuk bangkitkan bangsa. Bersama, kita akan gulirkan bola salju kepedulian kita untuk Indonesia,” tegas Ibnu. []