
ACTNews, SIGI – Luas lahan serta
melimpahnya panen tak selalu menjadi jaminan petani di Indonesia dapat
sejahtera ekonominya. Berbagai kendala mereka hadapi, mulai dari harga jual gabah yang rendah, permainan harga tengkulak, hingga pendapatan panen yang harus
digunakan untuk membayar utang yang sebelumnya dipakai guna modal pertanian.
Salah satu petani
yang merasakan tak begitu berpengaruhnya panen pada ekonomi ialah Muhammad
Irwan. Ia mengatakan, tiap kali panen, harga jualnya tak sesuai dengan harapan.
Padahal, selama empat bulan musim tanam, Irwan telah melakukan perawatan
tanamannya dengan baik dengan harapan ketika panen ia bisa meraup pendapatan.
“Selain harga yang
murah karena permainan harga di tingkat tengkulak, petani juga ada keterikatan
dengan penggilingan padi besar karena meminjam modal untuk tanam. Dengan
begitu, tak sedikit petani yang ketika panen hanya bisa untuk membayar utang
saja, tapi untuk kehidupan sehari-hari sangat sulit. Kesannya petani hanya gali
dan tutup lubang hutang tiap kali tanam dan panen,” ungkap Irwan yang juga
merupakan Ketua Kelompok Tani Harapan Jaya 2, Desa Pakuli Utara, Kecamatan
Gumbasa, Kabupaten Sigi, Rabu (8/7). Irwan juga mengatakan dalam empat bulan
terakhir harga padi di tingkat petani terus merosot akibat pandemi Covid-19.
Hal serupa juga
dirasakan Nadra (43), petani di desa yang sama dengan Irwan. Ia mengatakan
harga gabah di tingkat petani begitu rendah. Belum lagi berbagai potongan yang
dirasakan petani akibat hutang yang dipinjamnya ketika masa tanam. “Misalkan satu sak gabah dari penggilingan petani
harusnya dapat 480 ribu (rupiah), tapi karena ada hutang jadinya hanya 325 ribu
per sak. Dan ini yang dirasakan sama hampir semua petani di Desa Pakuli” ujar
Nadra, Rabu (8/7).
Masyarakat Produsen Pangan Indonesia
Berbagai persoalan
petani dan pertaniannya memang sudah menjadi rahasia umum di masyarakat. Harga gabah yang rendah hingga lilitan utang menjadi persoalan utama. Aksi Cepat Tanggap
(ACT) sendiri memiliki program Masyarakat Produsen Pangan Indonesia (MPPI) yang
kini terus meluaskan manfaatnya, termasuk bagi petani di Kabupaten Sigi.
Sebelumnya, petani
di Lamongan dan Solo yang mendapatkan bantuan pertanian dari ACT. Kali ini
giliran petani di Desa Pakuli Utara, Gumbasa, Sigi yang merasakan manfaatnya. Program
MPPI di Sigi didukung Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi.
MPPI di Sigi saat ini menyasar 30 petani dari anggota Kelompok Tani Harapan Jaya 2 yang menggarap 25 hektare lahan sawah. Kepala Cabang ACT Sulteng Nurmarjani Loulembah mengatakan, program MPPI di Sigi diharapkan mampu meningkatkan potensi pertanian. Nantinya, akan ada pendampingan untuk pemberdayaan serta penyaluran bantuan modal berupa pupuk serta obat hama untuk meningkatkan kualitas hasil panen.
“Selain di Sigi, secara nasional ACT juga akan terus menjangkau petani-petani lain di berbagai daerah, melepaskan jerat utang, meningkatkan kualitas panen serta harga jual menjadi tujuan utama demi sejahteranya petani yang menjadi pahlawan pangan kita bersama,” jelas Nurmarjani, Kamis (9/7).[]