
ACTNews, JAKARTA – Muhammad Hanafian dan
istrinya, Haslindawati (42), beberapa tahun silam merantau dari tanah Serambi
Mekkah. Tepatnya tahun 2013, mereka merapatkan diri ke kota industri Kepulauan
Riau, Batam. Di sana, pasangan suami-istri ini mengadu nasib, mencari peruntungan
untuk memperbaiki perekonomian keluarga.
Di Batam, Hanafian bekerja menjadi petugas
keamanan di salah satu perusahaan. Penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan
sehari-hari. Namun, ujian kehidupan datang setahun setelah mereka merantau.
Setahun setelah kedatangan mereka di Batam, Haslindawati mengeluhkan sering pusing di kepalanya. Telinga kanan ibu tiga anak ini pun mulai mengalami gangguan. Ia juga sering mengalami demam.
Hanafian menuturkan, istrinya
beberapa kali menjalani pengobatan di puskesmas terdekat, namun belum ada
perubahan untuk kondisi kesehatannya. Haslindawati kemudian disarankan untuk
berobat ke RSUD Embung Fatimah Batam. Di rumah sakit ini, peralatan untuk pengecekan
kondisi kesehatan tersedia lebih lengkap.
Di tahun 2014 itu, Haslindawati melakukan pemeriksaan medis di RSUD Embung Fatimah menggunakan jaminan kesehatan dari pemerintah (BPJS). “Hasil cek medis, istri saya dinyatakan mengalami tumor otak. Kemudian pada November 2014 dan Januari 2015 melakukan operasi,” tutur Hanafian, Selasa (9/7).
Selepas operasi di awal 2015 itu, rasa sakit
yang dirasa Haslindawati tak terlalu berpengaruh pada kesehariannya. Namun,
pada Februari 2019, nyeri di kepala kembali terasa. Setelah melakukan
pengobatan di tempatnya, Haslindawati dirujuk untuk melakukan pemeriksaan
radiologi di RS Cipto Mangunkusomo di Jakarta.
Mengetahui kondisi itu, tim Mobile Social Rescue (MSR)-ACT sejak pertengahan Mei 2019 lalu melakukan pendampingan medis terhadap Haslindawati. Intan Komalasari dari tim MSR-ACT Kepulauan Riau mengatakan, di awal pendampingan timnya telah mengirimkan paket pangan serta pemeriksaan medis.
Selasa (9/7) kemarin, MSR-ACT memfasilitasi keberangkatan Haslindawati ke Jakarta. Di Jakarta, pada keesokan harinya ibu tiga anak itu mulai melakukan kontrol di SRCM.
“Berdasarkan pengobatan yang telah dilakukan sendiri oleh Bu Haslindawati, akhirnya ia dirujuk ke Jakarta. Transportasi serta pendampingan medis selama di Jakarta diberikan oleh tim MSR-ACT,” jelas Intan, Rabu (10/7).
Keterbatasan ekonomi selama di Batam menjadi
faktor utama pengobatan Haslindawati tak maksimal. Hanafian, suaminya,
berpenghasilan Rp 100 ribu per harinya. Uang ini tak cukup untuk membiayai
pengobatan Haslindawati. Bahkan, di Batam mereka hanya tinggal di kamar sewa. Sedangkan
ketiga anaknya dipulangkan ke Aceh untuk diasuh oleh nenek mereka.
“Anak-anak Bu Haslindawati masih usia sekolah.
Mereka masih membutuhkan biaya untuk pendidikan dan hidup, tak mungkin ikut
bersama orang tuanya di Batam karena keadaan ekonomi yang masih prasejahtera,”
ungkap Intan.
Kini, tim MSR-ACT masih terus melakukan pendampingan
medis untuk Haslindawati. Pembukaan donasi dilakukan secara daring melalui Kitabisa.com. Nantinya seluruh biaya
yang terkumpul akan digunakan untuk pengobatan Haslindawati serta pemberdayaan
untuk perbaikan ekonomi keluarga mereka. []