ACTNews, MAMUJU –
Hari mulai gelap saat tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengirimkan logistik pangan
untuk pengungsi yang jarang tersentuh bantuan kemanusiaan di Desa Labuan Rano,
Kecamatan Tappalang Barat, Kabupaten Mamuju, Kamis (21/1/2021). Ada puluhan
keluarga penyintas gempa yang tinggal di tenda terpal dengan kondisi apa adanya
tanpa alas di atas pegunungan. Mereka merupakan warga yang sebelumnya tinggal
di tepi pantai dan takut gempa susulan yang bisa memicu tsunami.
Sepekan
pascagempa, kehidupan mereka belum juga pulih. Kembali ke rumah masing-masing
tidak menjadi pilihan utama, gempa susulan yang masih terjadi dan rumah yang
mengalami kerusakan menjadi alasan kuat bagi warga untuk tetap bertahan di
tenda pengungsian. Hal ini lah yang juga dilakukan Rusni, seorang ibu yang
sedang mengandung anak ke enam. Saat ini, bagi Rusni, pengungsian menjadi
tempat teraman walau kondisinya serba terbatas.
“Sampai
sekarang saya belum lihat rumah, tidak berani ke sana,” ungkapnya, Kamis
(21/1/2021).
Di
pengungsian, Rusni tinggal bersama keluarganya. Terpal yang menjadi atap sering
kali bocor saat hujan turun. Alas tenda pengungsiannya hanya tertutup matras
tipis dengan ukuran kecil. Sehingga kondisi di pengungsian akan lembab dan
berhawa dingin. Belum lagi tidak ada aliran listrik, membuat gelap akan
mengepung setiap malam tiba.
Untuk
urusan pangan, Rusni dan keluarga, termasuk untuk makan kelima anaknya yang
masih kecil, hanya menggantungkan pada bantuan kemanusiaan. Sayang, bantuan
masih jarang menyapa keluarga Rusni. Ada pun bantuan yang diterima baru berupa
mi instan dan beras yang kurang baik jika dikonsumsi setiap saat oleh anak-anak
Rusni yang masih kecil. Posisi pengungsian yang jauh dari Jalan Poros
Mamuju-Majene yang menjadi tempat lalu lalang relawan dan bantuan membuat Rusni
dan pengungsi lain yang bertahan di pedalaman Tappalang Barat kurang
mendapatkan perhatian.
Senasib dengan Rusni, Sumtik, seorang penyintas gempa yang kini bertahan di pengungsian di Lapangan Tembak Jendral M. Yusuf, Jalan Padang Baka, Kelurahan Rimuku, Mamuju, kondisinya saat ini cukup memprihatinkan. Ia bersama keluarga lainnya kini menempati salah bangunan tanpa dinding dan sekat di lapangan tersebut. Matras tipis menjadi alas, sedangkan terpal menjadi dinding penghalau dingin di kala malam.
Relawan MRI mendistribusikan bantuan kemanusiaan dari dermawan ke warga terdampak gempa di Botteng Utara, Simboro, Mamuju, Jumat (22/1/2021). Lokasi ini merupakan salah satu titik paling parah terdampak gempa. (ACTNews/Eko Ramdani)
ACT salurkan bantuan
kemanusiaan
Berada
di lokasi kejadian sejak hari pertama, Aksi Cepat Tanggap (ACT) segera
menggelar berbagai aksi, mulai dari pencarian dan pertolongan dan saat ini
fokus pada pendistribusian bantuan kemanusiaan. Lukman Solehudin, Koordinator
Posko Induk Kemanusiaan ACT di Mamuju, mengatakan saat ini kondisi di Mamuju
berangsur membaik pascagempa, akan tetapi duka dan kehilangan yang mendalam
masih dirasakan oleh para penyintas. Untuk itu, pendampingan total dari ACT
saat ini terus ditingkatkan di saat relawan dan bantuan lain mulai berkurang
seiring dengan situasi yang membaik.
“Relawan
Masyarakat Relawan Indonesia dari berbagai daerah saat ini tengah mendampingi warga
terdampak gempa di Sulbar. Dengan bantuan masyarakat yang telah disalurkan
melalui ACT, kami di sini akan mendistribusikan secara merata dengan
mempriotitaskan titik-titik pengungsi yang jarang mendapatkan bantuan,”
jelasnya, Sabtu (23/1/2021).
Hingga
kini ACT masih membuka kesempatan bagi dermawan menyalurkan sedekah terbaiknya
untuk warga Sulbar. Direncanakan, pada akhir Januari, Kapal Kemanusiaan Sulawesi Barat akan berlayar dengan membawa ratusan ton logistik bantuan menuju Mamuju.
Bantuan kemanusiaan dalam jumlah besar tersebut bakal menemani proses pemulihan
pascabencana warga terdampak gempa di Sulawesi Barat, khususnya Mamuju dan
Majene yang menjadi titik terparah gempa.[]