ACTNews, JAKARTA SELATAN – Terhitung 10 tahun sudah Supartini (40)
berprofesi sebagai pedagang makanan matang di Ibu Kota. Lauk matang serta kue
basah menjadi dagangan utama. Setiap hari ia keliling perkampungan Kelurahan
Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan dengan berjalan kaki. Saat kakinya menapak
setiap langkah ke rumah-rumah warga, tangan kiri dan kanan Supartini harus kuat
membawa dagangan.
Dalam sehari, Supartini berjualan dalam dua
waktu, yaitu saat menjalang siang serta ketika petang. Jumlah dagangan dalam
sekali jualan pun tak banyak. Dari jualan tersebut, Supartini
mampu mendapat pendapatan kotor sekitar Rp300 ribu per harinya.
“Kalau jualan paling satu jam habis, karena
memang jumlahnya enggak banyak. Susah kalau bawa banyak dagangan, kan saya
tenteng,” tutur Supartini, Jumat (19/2/2021).
Suami Supartini, Eko Budi Widiono, merupakan
seorang kuli bangunan. Tak setiap saat ada pekerjaan, sehingga penghasilan yang
didapatkan pun tak menentu. Apalagi di saat pandemi Covid-19 seperti sekarang
ini, Supartini mengatakan, jarang ada yang menggunakan tenaga sang suami untuk
bekerja bangunan.
Keputusan Supartini untuk berjualan sejak 10
tahun lalu tak lepas dari kondisi ekonomi keluarganya. Perempuan asal Pemalang,
Jawa Tengah tersebut dikarunia tujuh anak yang masih sekolah dan bayi. Di Ibu
Kota, Supartini, suami dan tujuh anaknya masih menempati rumah kontrakan
yang setiap bulannya harus membawa Rp1,6 juta.
“Anak saya tujuh, rumah masih ngontrak. Jadi harus kerja keras,” tambah
Supartini.
Optimis
pendapatan bertambah
Di pandemi seperti sekarang ini, Supartini
mengaku tak begitu merasakan dampak besar. Hal tersebut karena ia telah
memiliki pelanggan tetap lauk matang dan kue basah olahannya. Akan tetapi, ia
sempat merasakan kesulitan saat berjualan karena adanya pembatasan masuk ke
perkampungan, apalagi di Jakarta yang menjadi episentrum sebaran virus.
Kini, setahun sudah pandemi melanda, namun
Supartini tak berhenti optimis untuk bisa meningkatkan penjualannya. Pada
Jumat (19/2/2021) kemarin, Supartini membawa sebuah gerobak sepeda yang bakal
ia gunakan untuk berjualan. Gerobak tersebut merupakan buah dari wakaf
masyarakat yang disalurkan ke Global Wakaf-ACT.
“Kalau ada gerobak, saya bisa bawa jualan lebih banyak sama lebih jauh kelilingnya, enggak harus menenteng dagangan juga. Apalagi sekarang menjelang puasa, insyaAllah bisa dimaksimalkan,” ungkap Supartini.[]