ACTNews, JAKARTA – "Sekarang doa Bude cuma mau Pakde sehat. Biar bisa
berdagang lagi,” tidak muluk-muluk harap Suwarti (52) ketika ditanya
apa yang paling ia inginkan saat ini. Ia hanya ingin suaminya sehat, tidak terlintas
hal-hal lain. Satu bulan sudah gerobak mi ayamnya mogok. Tak lagi suaminya bisa
mendorong gerobak itu keliling dari jalan ke jalan.
Suami Suwarti, Suwardi (74), hanya terduduk
di kontrakan tiga petak yang mereka huni di Kelurahan Ciganjur, Jagakarsa,
Jakarta Selatan. Badannya semakin kering, tulang rusuknya terlihat timbul.
Batuknya bertubi-tubi sampai kadang menjeda kalimatnya. Namun, batuk tidak
menghilangkan senyumnya. Termasuk ketika memperlihatkan satu strip besar
Rifampicin, obat tuberkolosis atau TBC yang mesti ia konsumsi 3 butir tanpa
jeda setiap hari.
”Ini obatnya gratis, enggak pakai duit. Kalau
pake duit Ya Allah,” kata Suwarti tak sanggup membayangkan berapa banyak yang
mesti ia bayar. Karena dengan berhentinya sang suami berdagang saja sudah cukup
membuat mereka kelabakan dan kini mesti menggantungkan hidup kepada kedua
anaknya yang berdagang es krim dan bakso keliling. “Ya seadanya, kadang-kadang
kalau hujan enggak dapat duit. Dikasih beras juga sama anak, dikasih sayur.
Sedih aku (lihat Pakde) enggak sembuh-sembuh,” cerita Suwarti pada Rabu (2/12)
lalu.
Suwardi memang sebelumnya dikenal pekerja
keras. Kondisinya juga saat itu sulit, karena kala itu Suwarti juga sedang menderita
sakit paru-paru basah. Padahal pandemi saat itu sedang keras menghantam usaha
Suwardi. Kini Suwarti sembuh, gantian Suwardi yang diberi ujian. “Jualan pagi
jam 8 sampai malam bawa mi 6 kilogram. Kalau lagi sepi cuma laku 4 kilogram, kalau
rame ya, habis. Pas corona itu sepi,
karena kadang-kadang jalan kan ditutup. Sekarang sudah mending tapi enggak bisa
jualan,” cerita Suwarti.
Gerobak mi ayam yang kini mogok di rumah Suwarti dan Suhardi. (ACTNews/Reza Mardhani)
Untuk membantu ikhtiarnya kala itu, Aksi Cepat
Tanggap (ACT) sempat menyalurkan bantuan modal usaha untuk melengkapi usaha
Suwardi dan Suwarti. “Pakde dan Bude
sudah kita bantu permodalan usahanya melalui program Sahabat Usaha Mikro
Indonesia (UMI) sebanyak 3 kali. Ada di bulan Juni, September, dan Desember. Waktu
kita datang justru Bude yang sakit paru-paru basah tapi Pak Suwardi masih bisa
berdagang keliling,” cerita Linda selaku Pendamping Program Wakaf Modal Usaha Mikro dan
Sahabat UMI di wilayah Jagakarsa.
Bersama beberapa perwakilan dari para penerima
manfaat Wakaf Modal Usaha Mikro, Linda menyerahkan bantuan sementara kepada
Suwardi berupa beras dan uang tunai amanah dari ACT. “Kita berharap ke
depannya juga dapat terus membantu Pakde dan Bude agar bisa melewati kondisi
sulit sekarang ini, seperti kita membantu mereka beberapa bulan lalu. Harapan
kita juga, para dermawan dapat ikut membantu meringankan beban Pak Suwardi,”
harap Linda.
Suwarti pun meminta doa agar suaminya bisa
kembali sehat seperti sediakala. “Doain Pakde biar cepat sembuh, biar bisa cari
duit lagi, Mas. Kalau satu orang (anak Suwarti) jualan kan kurang. Kalau hujan
enggak dapat duit, sedih. Kalau dua orang kan satu bisa buat beli beras, satu
bisa buat beli sayur (penghasilannya),” ujarnya.
Sementara Suwardi kelihatan betul masih ingin berdagang. Ia bahkan meyakinkan saat nanti sudah sembuh ia akan kembali mendorong gerobak mi ayamnya. “Saya kalau disuruh diam di rumah juga sebenarnya enggak betah, kok. Entar kalau sudah sembuh juga jualan lagi,” demikian optimisme Suwardi dari balik senyumnya. []