
ACTNews, JAKARTA – Vietnam buru-buru mengambil
langkah bahkan berminggu-minggu sebelum kasus Covid-19 pertamanya ditemukan. Pemantauan
medis di gerbang perbatasan di bandara, dan pelabuhan diperkuat. Lalu,
membatalkan semua penerbangan dari dan ke Tiongkok, serta menangguhkan
kedatangan untuk semua orang asing.
Kebijakan
karantina yang begitu ketat tentu membuat kegiatan masyarakat tidak berjalan
seperti biasa, termasuk ekonomi. Namun di tengah lockdown, masyarakat Vietnam
saling bahu-membahu dalam membantu sesamanya.
Contohnya
melalui ATM
beras dari masyarakat yang tersebar di Kota Hanoi, Hue, dan Da Nang.
ATM beras ini diinisiasi oleh seorang pengusaha dan masyarakat dermawan diminta
untuk ikut jadi bagian dari solidaritasi ini.
Beras gratis ditujukan
untuk orang-orang yang kehilangan pekerjaan menyusul karantina nasional yang
diberlakukan di Vietnam. Nguyen Thi Ly salah satunya. Suami Nguyen Thi Ly
termasuk orang-orang yang kehilangan pekerjaan karena wabah ini.
Seorang wanita mengisi kantong plastik dengan beras dari ATM beras otomatis 24/7 selama pandemi , di Ho Chi Minh, Vietnam, 11 April 2020. (REUTERS/Yen Duong)
"ATM beras
ini sangat membantu. Dengan satu kantong beras, kami memiliki persediaan cukup
untuk sehari. Sekarang, kami hanya membutuhkan makanan lain. Tetangga kami
terkadang memberi kami makanan sisa atau kami makan mi instan," kata ibu
berusia 34 tahun yang memiliki tiga orang anak itu.
Gabungan dari disiplin dan solidaritas yang kuat, menjadikan Vietnam dapat dengan cepat mengatasi dampakn pandemi. Setelah satu bulan memberlakukan lockdown, Vietnam akhirnya melepas kembali kegiatan di negara tersebut dengan 0 kasus kematian. Walaupun belakangan setelah 3 bulan tanpa kasus positif, Vietnam menghadapi gelombang kedua virus corona pada 31 Juli lalu.
Filantropi adalah kunci
Filantropi
memang memainkan peran dalam keadaan mendesak akibat pandemi. Dalam
webinar Social
Trust Fund (STF) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada
pertengahan Mei lalu, Guru Besar Sejarah UIN Jakarta Profesor Azyumardi Azra
menuturkan, sikap dan aksi filantropi memiliki akar kultural di tengah-tengah
masyarakat Indonesia. Masyarakat terbiasa saling bantu membantu dalam budaya
gotong royong dan lainnya.
Bahkan,
kehadiran organisasi-organisasi sosial keagamaan seperti Muhammadiyah,
Mathla’ul Anwar, Nahdlatul Ulama, al-Washliyah, dan lainnya juga terlahir dari
kesadaran filantropis masyarakat Indonesia. Kesadaran inilah yang memperkuat
masyarakat menghadapi berbagai dinamika sosialnya.
“Bahwa kita
memiliki umat dengan tradisi filantropi yang cukup panjang. Dan ini semakin
diperlukan, karena negara kita kesulitan keuangan. Maka sumber-sumber
pembiayaan perlu digalakkan. Dan, umat Islam harus terdepan,” kata Azra.
Senada dengan Azra,
Dr. TB. Ace Hasan Syadzily selaku Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI menilai
filantropi menjadi modal sosial yang paling bisa diandalkan masyarakat dalam
menghadapi pandemi Covid-19. “Ini merupakan angin segar bagi ketahanan bangsa
ini dalam menghadapi pandemi Covid 19,” katanya.
Kesadaran berfilantropi
masyarakat ini juga diinisiasi oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT) agar masyarakat
dapat saling membantu. Salah satunya lewat Gerakan Nasional Lumbung Sedekah Pangan yang merupakan gerakan filantropi yang dilakukan dari masyarakat untuk
masyarakat. Menghadirkan rak Lumbung Sedekah Pangan, masyarakat dapat
memberikan sedekah terbaiknya melalui rak tersebut, sementara yang membutuhkan
bisa memanfaatkan apa yang terletak di sana.
“Kami meyakini
kedermawanan yang luas bermuara pada kebangkitan ekonomi umat dan optimisme
bangsa. Bersama-sama kita harus segera membuat keadaan lebih baik di masa sulit
ini. ACT tidak ingin sendiri dalam membersamai sesama. Kami juga ingin
memfasilitasi masyarakat dalam menghimpun kepedulian melalui gerakan filantropi
yang masif, yakni Gerakan Nasional Lumbung Sedekah Pangan,” jelas Presiden ACT
Ibnu Khajar, saat mendeklarasikan Gerakan Nasional Lumbung Sedekah Pangan pada Kamis
(6/8) lalu.
Salah satu warga Lampung yang mengambil
kebutuhan pangan di rak sedekah pangan. (ACTNews)
Senen, salah
satu penerima manfaat Lumbung Sedekah Pangan mengucapkan terima kasihnya kepada
ACT. Laki-laki yang sehari-hari bekerja memulung ini bersyukur bahwa ternyata
masih banyak masyarakat Lampung yang peduli kepada masyarakat prasejahtera.
“Kalau hari
Jumat banyak yang ngasih makan, cuma kalau hari biasa enggak ada. Terima kasih
buat yang ngasih bantuan lewat ACT ini,” ucap Warga Teluk Betung ini pada Sabtu
(7/8) lalu. Ayah empat anak ini setiap hari berkeliling mendorong gerobak
hingga daerah Pahoman Bandar Lampung, sekitar lima kilometer dari rumahnya.
Kata Senen, harga rongsok terjun bebas sejak awal pandemi corona. Kini dirinya
hanya mendapat penghasilan paling tinggi Rp50 ribu per hari.
Senen hanyalah satu dari sekian banyak masyarakat yang membutuhkan bantuan para dermawan. Oleh karenanya Ibnu juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam Gerakan Nasional Lumbung Sedekah Pangan, sebab gerakan ini bukanlah milik ACT belaka, tapi juga seluruh masyarakat. “Pangan menjadi permasalahan pokok di tengah resesi yang tengah menjadi ancaman besar. Saling membantu dalam urusan pangan menjadi solusi untuk melewati ujian ini,” jelas Ibnu.[]