
ACTNews, BANJAR –
Tasmiyah (90), perempuan Asal Desa Anjir Serapat
Muara, Kecamatan Anjir Muara, Banjar ini sudah 30 tahun bekerja sebagai petani.
Bersama sang suami dan salah satu anaknya, ia menggarap kurang dari setengah
hektare area sawah untuk ditanami padi. Lahan tersebut ia sewa dari
orang lain. Tak besar penghasilannya, namun setidaknya cara ini bisa menjadi
ikhtiar Tasmiyah dan keluarga untuk menyambung kehidupan.
Pertengahan Agustus, terik panas menjadi teman akrab
Tasmiyah, layaknya jeratan utang yang mengiringi kehidupannya. Bersama anaknya,
ia memanen padi yang telah menguning. Sebanyak empat karung gabah dihasilkan
hari itu. Yasani, suami Tasmiyah, bertugas mengangkut hasil panen dari sawah ke
rumah sederhananya.
"Buat ambil hasil panen kalau dikerjakan cuma
sama anak bisa lama. Tapi kalau membayar buruh bisa lebih cepat, " jelas
Tasmiyah kepada tim ACT, Senin (17/8).
Bagi Tasmiyah, menggunakan jasa orang lain merupakan pilihan berat. Pasalnya, ia harus membayar mereka yang juga berarti penghasilannya bakal berkurang. Padahal, tanggungannya cukup banyak. Mulai dari menopang ekonomi keluarga, menyiapkan modal di masa tanam selanjutnya, hingga membayar utang yang dipinjamnya untuk bertani. Tak tanggung-tanggung, bunga pinjaman dari tengkulak mencapai 50 persen dari total pinjaman.
Untuk hasil panen, Tasmiyah terpaksa menjualnya ke tengkulak akibat adanya hutang untuk modal tanam. Ia menuturkan, untuk 1 blek atau 20 kilogram gabah, pada umumnya dibeli dengan harga Rp50 ribu. Akan tetapi, karena adanya keterikatan utang dengan tengkulak, gabah hasil panen Tasmiyah hanya dilepas dengan harga Rp40 ribu.
"Kalau bayar utangnya, misal saya berutang 1 karung gabah, berarti saya harus bayar 1,5 karung gabah," jelas Tasmiyah.
Kebutuhan ekonomi Tasmiyah dan keluarganya pun cukup
tinggi, selain untuk modal pertanian berupa pupuk serta obat tanaman, Tasmiyah
dan keluarganya pun harus mencari dana untuk pengobatan Yasani yang sering
sakit akibat usia yang tak lagi muda. Maka dari itu, kesederhanaan merupakan
kehidupan yang ia jalani. Hasil panen yang didapat sebagian ia jual untuk
menutup utang, dan sebagian lainnya dimakan sendiri. Tak jarang garam menjadi
lauknya.
Tasmiyah merupakan potret kecil dari banyaknya petani serupa di Indonesia. Peran para produsen pangan tersebut sangat besar untuk menunjang kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Kini, Global Wakaf - ACT pun berikhtiar untuk memenuhi permodalan petani melalui dana wakaf. Nantinya dana wakaf masyarakat bakal disalurkan sebagai modal usaha kecil serta produsen pangan seperti petani. "Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bisa terlibat dalam ikhtiar memerdekakan petani dari jerat utang yang merugikan," ajak Insan Nurrohman, Presiden Global Wakaf - ACT pada kesempatan peluncuran program Wakaf Modal Usaha Mikro di, Rabu (19/8).[]