
ACTNews, BANTUL – Di usia yang sepuh, Tuzimah (70), tak ingin merepotkan anak dan cucunya. Nenek yang tinggal di Kampung Condrowangsan, Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan, Bantul, ini tetap berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari dari usahanya sendiri.
Berjualan sembako
menjadi jalan Tuzimah untuk mandiri. Ia membuka toko sembako di depan rumah dan
sesekali juga ia berkeliling kampung untuk menjajakan dagangannya. "Saya
sudah berjualan lebih dari 25 tahun. Dahulu jualannya di Pasar Beringharjo,
sekarang berubah jadi usaha rumahan," cerita Tuzimah beberapa waktu lalu
kepada tim ACTNews.
Dengan usaha ini,
Tuzimah bisa menghasilkan omzet hingga Rp2,5 juta dalam satu bulan yang menurut
dia masih cukup untuk memenuhi kebutuhannya. "Cukup, karena kan
hanya untuk biaya hidup sendiri," ungkapnya. Bahkan setelah suaminya
meninggal dunia, Tuzimah masih mampu membangun rumah sendiri dari usaha ini.
Sayang, semenjak
pandemi Covid-19 omzet usahanya merosot. Dihitung, keuntungan dari warung
sembako Tuzimah turun sampai hampir setengah dari hari normal. "Ada
dampaknya Covid-19 ini ke usaha sembako saya. Biasanya laris sekarang jadi sepi
pembeli," katanya.
Ia selalu berusaha
untuk menstabilkan warung sembakonya saat ini dan berkeinginan untuk menambah
jenis sembako yang akan dijual. Sehingga segala upaya dilakukan agar sembako
tetap laku meski dalam masa yang sulit seperti sekarang.
Melihat perjuangna
lansia ini, Global Wakaf-ACT berikhtiar mendampinginya lewat program Wakaf
Modal UMKM. Harapannya, melalui bantuan modal ini bisa ikut menopang usaha
sembakonya yang telah berjalan puluhan tahun. "Bantuan modal ini akan saya
gunakan untuk menambah dan membeli barang dagangan baru," ujar Tuzimah.[]